Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, menilai kebijakan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pulau reklamasi akan berdampak merugikan bagi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Menurut dia, Anies Baswedan telah mengingkari janji kampanye pada waktu Pilkada DKI Jakarta 2017.
Pada saat itu, mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu menolak reklamasi dan berjanji akan membatalkannya.
Sehingga, kata dia, akan berpengaruh kepada barisan pendukung atau loyalis semasa Pilkada DKI Jakarta 2017.
Baca: Feri Amsari Nilai Alat Bukti yang Ditampilkan Kubu 02 dalam Persidangan di MK Lemah
Baca: Hadiri Festival Damai dan Millenial Safety Road, Anies Imbau Utamakan Keselamatan Saat Berkendara
Baca: KNTI Sebut Terbitnya IMB Pulau Reklamasi Hanya Untuk Kepentingan Bisnis Semata
"Artinya, kaum yang mendukungnya anti reklamasi sedikit banyak akan terkejut dengan tindakannya kemarin. Anies melukai kaum pendukung gerakan itu, antireklamasi," kata Ray, di sesi diskusi bertema "Kala Anies Berlayar ke Pulau Reklamasi" di kantor Formappi, Jakarta Timur, Minggu (23/6/2019).
Keberadaan Anies sebagai gubernur DKI pada awalnya diharapkan pihak antireklamasi untuk menghentikan reklamasi.
Sebab, pada masa kampanye Pilkada 2017, Anies sangat vokal menyuarakan penolakan reklamasi.
Namun, belakangan setelah menjabat sebagai gubernur justru terjadi sebaliknya.
Anies menerbitkan IMB untuk pulau reklamasi.
Baca: Cuaca Dingin Landa Sejumlah Daerah di Indonesia, Ini 5 Faktanya: Muncul Embun Beku-Penjelasan BMKG
Baca: Ayah Tiri Gagahi Anaknya Sejak Umur 10 Tahun Hampir Setiap Hari, 6 Tahun Kemudian Baru Terbongkar
"Oleh publik, yang terbayang bukan ditunda pulau-pulau yang sudah didirikan bangunan, tetapi sesungguhnya pulau-pulau itu dibongkar. Itu yang kebayang oleh kami. Itu menurut saya, Anies berjanji terlalu ideal, jadi publik menangkap di atas ekspektasi," ujar Ray.
Dia mengingatkan Anies supaya berhati-hati membuat kebijakan.
Sebab, kebijakan akan dicermati semua orang termasuk pihak-pihak yang tidak senang terhadap kepemimpinannya.
"Sehingga, akan menunggu terus Anies kapan salah langkahnya. Oleh karena itu, Anies akan mendapatkan kesulitan untuk konsolidasi terhadap dirinya," katanya.
Respons KNTI
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Ahmad Martin Handiwinata, menilai penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi hanya untuk kepentingan bisnis.
Sementara nelayan dan warga sekitar pulau reklamasi yang terdampak akibat adanya reklamasi seakan dikesampingkan.
"Sehingga tak lain tak bukan ini kepentingan yang tidak mengindahkan dan mempertimbangkan nelayan dan lingkungan hidup. Kami membaca terbitnya IMB ini, pemanfaatan Pulau D, dalam upaya komersil sehingga tidak lain adalah bisnis semata," kata Ahmad Martin Handiwinata dalam diskusi bertema "Kala Anies Berlayar ke Pulau Reklamasi" di kantor Formappi, Jakarta Timur, Minggu (23/6/2019).
Baca: SEDANG BERLANGSUNG Live Streaming Indosiar Persib vs Madura United Liga 1 2019
Baca: KPU Berharap MK Tolak Semua Gugatan Prabowo-Sandi, Ini Katanya
Baca: Pulang Mendukung PSIS di Bali, Rombongan Suporter Panser Biru Kecelakaan di Situbondo
Dia mengatakan proyek reklamasi tersebut berpotensi menimbulkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Menurut dia, korupsi berpotensi terjadi selama reklamasi.
Proyek reklamasi itu berawal dari ditebitkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Sehingga, kata dia, proyek reklamasi itu tidak lepas dari kepentingan pemerintah.
"Saya bisa katakan, proyek reklamasi ini sangat erat, dengan bagaimana proses korupsi yang sangat buruk. Banyak konspirasi terkait dengan korupsi lain yang bisa terjadi," kata dia.
Untuk itu, dia bersama dengan koalisi masyarakat sipil akan melakukan aksi menentang diterbitkan IMB di pulau reklamasi teluk Jakarta. Secara khusus, KNTI mendesak Anies Baswedan untuk bisa mencabut izin tersebut, karena ada persoalan aturan dasar yang cacat dan maladministrasi.
Dia berharap izin yang telah diterbitkan Anies jangan sampai menjadi 'pintu masuk' untuk melanjutkan proyek reklamasi di pulau yang belum tergarap.
"Peraturan terkait tata ruang kawasan dan pesisir itu tak ada dan belum ada di DPRD, tetapi alasan tak cabut dari Anies itu, menurut saya karena adanya ketidakpastian arah jika itu dicabut," katanya.
Kritik Walhi
Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi, Teluk Jakarta menimbulkan kontroversi.
Sejumlah pihak mempertanyakan kebijakan yang dibuat mantan menteri pendidikan dan kebudayaan di era Kabinet Kerja itu.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, mengritik kebijakan Anies Baswedan itu.
Menurut dia, pihaknya pernah mengusulkan membongkar pulau reklamasi yang telah terbentuk.
Namun, kata dia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta malah menerbitkan IMB.
Sehingga, dia menilai, kajian mengenai pulau reklamasi yang dilakukan Pemprov DKI hanya sekedar asumsi.
Baca: Melihat Keterangan Saksi dan Ahli, TKN Optimis Akan Memenangkan Persidangan di MK
Baca: Peringati Hari Anti Narkotika Internasional, PKNI Gagas Buku Anomali Kebijakan Narkotika
Baca: Viral Penjual Mi Lidi Ganteng di Pekalongan Berdandan Bak Orang Kantoran, Begini Asal Usulnya
Baca: Pria 24 Tahun Beri Uang Panaik Gadis Jeneponto Rp 500 Juta, Emas, Mobil Hingga Kuda, Begini Sosoknya
Sebelumnya, Pemprov DKI telah mempunyai tiga opsi terhadap proyek reklamasi.
Opsi pertama, yaitu dilanjutkan dengan rancangan lama.
Opsi kedua, dihentikan sepenuhnya.
Opsi ketiga, melanjutkan dengan rancangan baru.
"Pemerintah lebih menitikberatkan kepada redesign yang tidak ada bedanya. Kajian pembongkaran hanya asumsi belum dilakukan secara penuh dalam konteks kajian," kata Soleh, dalam sesi diskusi bertema "Kala Anies Berlayar ke Pulau Reklamasi" di kantor Formappi, Jakarta Timur, Minggu (23/6/2019).
Seharusnya, kata dia, Anies tidak memberikan IMB di pulau reklamasi.
Sebab, dia menilai, dasar aturan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016 keliru.
Dia menegaskan, pergub itu dikeluarkan Basuki Tjahaja Purnama, gubernur DKI periode sebelumnya, setelah aktivitas pembangunan di reklamasi.
Jika, merujuk pada aturan itu, kata dia, Anies mempunyai pilihan untuk tidak melanjutkan pemberian IMB di pulau reklamasi.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Mantan rektor Universitas Paramadina itu menerbitkan IMB.
"Pergub itu dasar dikeluarkan belakangan setelah ada aktivitas pergub itu dicabut. Dia mempunyai pilihan untuk tidak melanjutkan, tetapi ini tetap dilakukan," kata dia.
Melalui keterangannya, Kamis (13/6/2019), Anies Baswedan menyampaikan penerbitan IMB di pulau reklamasi berbeda dengan reklamasi itu sendiri.
Mengenai hal ini, Soleh menilai reklamasi dengan pemberian IMB merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan.
Dengan dikeluarkannya IMB, dia menambahkan, Anies telah memberikan kepastian kepada pengembang reklamasi.
"Artinya, Pemprov DKI sedang memberikan kepastian-kepastian politik kepada pengembang untuk melakukan bisnis praktek di Jakarta," tambahnya.
Merasa dikambinghitamkan
Dikutip dari kompas.com, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok merasa dikambinghitamkan dalam polemik penerbitan izin mendirikan bangunan ( IMB) di pulau reklamasi.
Ia mengaku bingung dengan sikap Gubernur Anies Baswedan.
"Anies satu pihak ubah pergub aku yang menurut aku itu institusi (kewenangan) gubernur juga. Satu pihak mau kambing hitamkan aku soal pergub yang mau dia (Anies) pakai dengan memanfaatkan celah hukum istilahnya," kata Ahok kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2019).
Baca: Tanggapan Ahok Terkait Keputusan Anies Terbitkan IMB Pulau Reklamasi
Ahok menyebut beberapa pergubnya yang diubah Anies antara lain soal pedagang kaki lima, RPTRA, hingga larangan motor lewat Sudirman-Thamrin.
Ia mempertanyakan keputusan Anies yang tak merevisi Pergub 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancangan Kota Pulau Reklamasi.
"Enggak bisa batalkan Keppres karena putusan institusi, juga enggak bisa batalkan perda dan pergub? Buktinya pergub aku ada juga yang dia ganti kan?," ujarnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI telah menerbitkan IMB untuk 932 gedung yang telah didirikan di Pulau D hasil reklamasi di pesisir utara Jakarta.
Di Pulau D terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan).
Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Padahal, bangunan-bangunan itu sempat disegel Anies pada awal Juni 2018 karena disebut tak memiliki IMB.
Langkah ini menuai protes dari DPRD DKI Jakarta.
Penerbitan IMB di pulau reklamasi Teluk Jakarta tak sesuai prosedur karena belum ada dasar hukum berupa perda untuk mengaturnya.
Baca: Charly Van Houten Berikan Tanggapan Saat Band ST12 Kembali ke Formasi Awal
Anies berkilah dasar hukumnya sudah ada yakni Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang dulu diteken Ahok. Namun, ia menolak mencabut atau mengubah pergub tersebut.
"Tidak sesederhana itu. Begini ya, ada prinsip fundamental dalam hukum tata ruang, yaitu pelaksanaan perubahan peraturan tidak berlaku surut. Begitu juga dengan kasus ini, bila saya mencabut Pergub 206/2016 itu, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut, maka yang hilang bukan saja bangunannya, tetapi kepastian atas hukum juga jadi hilang," kata Anies dalam siaran pers berisi tanya jawab, Rabu (19/6/2019).
Menurut Anie, Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang diteken pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bisa menjadi celah pembangunan di lahan hasil reklamasi.
Celah itu membuatnya harus menerbitkan IMB terhadap bangunan yang sudah terlanjur dibangun.
"Ya boleh, ada celah hukumnya. Seperti saya bilang kemarin, ada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 18 Ayat 3," kata Anies.
Anies menjelaskan, PP itu mengatur bahwa sebuah kawasan yang belum memiliki Perda RTRW dan Perda RDTR, maka pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara.
Ia menuding klausul ini membuat Ahok menerbitkan Pergub 206/2016.
"Celah hukum inilah yang dijadikan pintu masuk dan jadi dasar hukum bagi gubernur waktu itu untuk mengeluarkan Pergub 206/2016 yang isinya adalah tentang rencana tata kota atau resminya disebut Panduan Rancang Kota (PRK)," ujarnya.
Kendati demikian, Anies menegaskan tak akan mencabut atau mengubah pergub tersebut. Ia mengaku tak bisa semena-mena membatalkan reklamasi yang sudah terlanjur terjadi.
"Bila saya mencabut Pergub 206/2016, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang," kata Anies.
Sebelumnya, Pemprov DKI telah menerbitkan IMB untuk 932 gedung yang telah didirikan di Pulau D hasil reklamasi di pesisir utara Jakarta.
Di Pulau D, terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan). Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun.
Padahal, bangunan-bangunan itu sempat disegel Anies pada awal Juni 2018 karena disebut tak memiliki IMB.
Langkah ini menuai protes dari DPRD DKI Jakarta. Penerbitan IMB di pulau reklamasi Teluk Jakarta tak sesuai prosedur karena belum ada dasar hukum berupa perda untuk mengaturnya.