Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu mengkritik KPK soal kasus korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun 2010.
Dimana atas kasus ini, mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino menjadi tersangka sejak Desember 2015 dan hingga kini kasusnya tidak kunjung dibawa ke pengadilan.
"Masalah Pelindo II berkali-kalii saya tanyakan ke pimpinan KPK ketika rapat 2017, 2018 jawabannya sama, kami selesaikan. Apa ini? Kami tidak butuh jawaban begini," kritik Masinto saat Rapat Dengar Pendapat dengan KPK di Gedung Parlemen, Senin (1/7/2019).
Baca: KPK Alergi Rekrut Penyidik dari Polri dan Kejaksaan? Ini Jawaban Agus Rahardjo
Baca: Peringatan Penyerahan Hong Kong ke Cina Diiringi Aksi Protes dan Bentrokan
Baca: Ramadan Hingga Idul Fitri 2019, Airy Catat Kenaikan Pemesanan Penginapan Hingga 10 Kali Lipat
"Saya ini Pansus Pelindo, Pak Desmon juga dan beberapa anggota komisi III yang lain. Kami minta kalau KPK tidak punya bukti kuat berikan kepastian hukum ke RJ Lino. Berkali-kali saya berdoa. Apa salah saya sama RJ Lino, kenapa ditersangkakan. Dia tanggung itu dan tidak dapat kepastian hukum," lanjut Masinton.
Seluruh kritikan Masinton itu dijawab langsung oleh Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif. Dia menjelaskan kasus Pelindo II dianggap sebagai hutang KPK. Terlebih kasus penetapan tersangkanya dilakukan oleh pimpinan periode sebelumnya.
"Terima kasih Pak Masinton, khusus untuk Pelindo II terus terang kami berlima anggap itu sebagai hutang. Karena kasus ini ditetapkan dari komisioner sebelumnya, ini menurut saya utang kami," ungkap Laode.
KPK lanjut Laode memang harus bertanggung jawab karena penetapan tersangka dilakukan oleh lembaganya dan pimpinan merasa berhutang untuk menuntaskan itu.
"Yang penting kasus ini harus ke pengadilan biar ditentukan bersalah atau tidak dipengadilan. Saya paham perasaan Pak Masinton, betul kami berikan jawaban sama saat 2017 dan 2018," tambah Laode.
Untuk diketahui dalam kasus ini, RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC bernilai Rp 100-an miliar.
Atas perbuatannya RJ Lino dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana