TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memeriksa Anggota DPR periode 2009-2014 Mohammad Jafar Hafsah terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
Jafar dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar nonaktif Markus Nari.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MN (Markus Nari)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (1/7/2019).
Selain Jafar, penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan saksi lainnya untuk Markus Nari. Seperti Direktur PT Gajenda Adhi Sakti, Azmin Aulia, Mantan sales Director PT Oracle Indonesia, Tunggul Baskoro, Asisten Manager Keuangan dan Akuntansi PT Sandipala Arthapura Fajri Agus Setiawan, serta dua orang swasta, Muda Ikhsan Harahap dan Dedi Prijono.
Baca: Dalami Perkara e-KTP, Hal Ini yang Dicari Penyidik KPK Lewat Menkumham
Dalam beberapa pekan ke belakang, penyidik KPK tampak getol memeriksa sejumlah legislator periode 2009-2014 untuk melengkapi berkas penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Markus Nari.
Pada Senin (24/6) kemarin, tim penyidik memeriksa tiga politikus senior Partai Golkar, yakni Melchias Markus Mekeng, Chairuman Harahap dan Agun Gunandjar.
Melchias Mekeng yang kini menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR merupakan mantan pimpinan Banggar. Sementara Chairuman dan Agun sempat menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR.
Dalam pemeriksaan kala itu, tim penyidik mencecar ketiga politikus Partai Golkar itu terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR yang berujung rasuah.
Diketahui, ketiganya pernah terlibat dalam proses penganggaran proyek e-KTP tahun 2011-2012 di DPR.
Diketahui, KPK menetapkan politisi Partai Golkar, Markus Nari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada Juli 2017 lalu.
Markus diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi dalam pengadaan paket e-KTP tahun 2011-2013 yang merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun dari total anggaran Rp5,9 triliun.
Markus diduga berperan memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek e-KTP di DPR.
Berdasar fakta persidangan, Markus bersama sejumlah pihak lain meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar pada 2012.
KPK menduga, dari Rp5 miliar yang dimintanya Markus telah menerima uang sebesar Rp4 miliar.
Uang ini diduga untuk memuluskan pembahasan anggaran perpanjangan proyek e-KTP tahun 2013 sebesar Rp1,49 triliun.
Kasus dugaan korupsi proyek e-KTP ini merupakan kasus kedua yang menjerat Markus.
Sebelumnya, Markus telah menyandang status tersangka kasus dugaan menghalangi, merintangi, atau menggagalkan penyidikan dan penuntutan perkara e-KTP yang dilakukan KPK.