TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua KPU RI Arief Budiman mengaku tak membeda-bedakan penanganan antara sengketa hasil pemilihan presiden dengan pemilihan legislatif yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Sebab katanya, para Komisioner apalagi dirinya sudah merasa terbiasa menangani sengketa di MK sebagai bagian tanggung jawab tugas penyelenggara Pemilu.
"Nggak, biasa aja. Ini kan sudah biasa kita lakukan. Kalau saya kan sudah lama menangani Pemilu. Sengketa itu kan biasa biasa aja," kata Arief di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019).
Lebih lanjut, jika dilihat dari data kuantitatif permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tahun 2014 silam, PHPU Pemilu 2019 cukup alami penurunan signifikan.
Dimana pada Pemilu 2014, sebanyak 900 permohonan diajukan ke MK. Sedangkan Pemilu 2019, turun jauh menjadi 339 permohonan saja.
Baca: KPAI Minta Dinas Pendidikan Batasi Penggunaan Medsos di Kalangan Pelajar
"Kalau kita lihat data kuantitatifnya, pemilu 2019 jumlah sengketanya jauh menurun dibandingkan dengan pemilu 2014. Pemilu 2014 itu kalau nggak salah yang masuk 900," kata Arief.
Untuk diketahui dalam PHPU Pemilu 2019, KPU menghadapi 339 permohonan sengketa hasil pemilihan legislatif. Kemudian MK menelaah kembali permohonan tersebut, dan didapat hanya 260 saja yang masuk dalam buku registrasi perkara konstitusi (BRPK) Pileg 2019.
Berikut rincian rekap 250 perkara PHPU Pileg untuk DPR/DPRD dan 10 perkara untuk DPD RI.
1. PKB: 17 perkara
2. P. Gerindra: 21 perkara
3. PDI Perjuangan: 20 perkara
4. P. Golkar: 19 perkara
5. P. NasDem: 16 perkara
6. P. Garuda: 9 perkara
7. P. Berkarya: 35 perkara
8. PKS: 13 perkara
9. P. Perindo: 11 perkara
10. PPP: 13 perkara
11. PSI: 3 perkara
12. PAN: 16 perkara
13. P. Hanura: 14 perkara
14. P. Demokrat: 23 perkara
15. PA: 1 perkara
16. P. SIRA: 1 perkara
17. PDA: 1 perkara
18. PNA: 1 perkara
19. PBB: 12 perkara
20. PKP Indonesia: 3 perkara
21. Pihak Lain: 1 perkara
Rekap Perkara PHPU DPD RI
1. Provinsi Sumatera Utara: 2 perkara
2. Provinsi Nusa Tenggara Barat: 1 perkara
3. Provinsi Sulawesi Tenggara: 1 perkara
4. Provinsi Maluku Utara: 2 perkara
5. Provinsi Papua: 3 perkara
6. Provinsi Papua Barat: 1 perkara.