Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah masalah mengepung proses seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023.
Pendaftaran Capim KPK jilid V telah dibuka mulai 17 Juni 2019 dan akan ditutup pada 4 Juli 2019.
Namun, jumlah pendaftar untuk menjadi pimpinan komisi antirasuah itu dinilai masih sedikit.
Hingga 2 Juli 2019, ada 127 nama yang mencalonkan diri untuk posisi lima pimpinan KPK periode 2019-2023.
Jumlah tersebut sangat jauh jika dibanding dengan empat tahun lalu yang berhasil mencatat jumlah pendaftar calon pimpinan KPK hingga 194 orang.
Apalagi, belum ada satu pun tokoh antikorupsi dan internal KPK yang mendaftar. Mayoritas pendaftar calon pimpinan KPK adalah mereka yang berprofesi sebagai dosen dan advokat.
Baca: Cek Harga Tiket Film BTS Bring the Soul: The Movie di CGV, Cinemaxx dan Cinema XXI, Dijual Malam Ini
Baca: Farhat Abbas Gentar Jadi Pangacara Rey Utami dan Pablo Benua, Hotman Paris Beri Sindiran Menohok
Baca: Berusaha Lawan Hotman Paris, Rey Utami dan Pablo Benua Gandeng Farhat Abbas
Baca: Hasil Semifinal Copa America 2019, Brasil vs Argentina, Tuan Rumah Kalahkan Argentina 2-0
Berdasarkan data sementara, sebanyak 29 pendaftar berprofesi pengacara dan 25 orang dosen.
Sisanya adalah mereka yang berprofesi sebagai dokter, perpajakan, polisi, pensiunan jaksa, dan keuangan.
“Sudah 127 orang. Paling banyak pengacara 29 orang, kedua dosen 25 orang, sisanya macam-macam,” kata Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih di Jakarta, Selasa (2/7/2019) sore.
Untuk meningkatkan minat pendaftaran calon pimpinan KPK, panitia seleksi menyambangi beberapa lembaga dan mengundang para calon terbaik yang pantas menjadi pimpinan KPK.
Yenti mengatakan, pihaknya bahkan mempertimbangkan untuk memperpanjang pendaftaran.
"Kita akan lihat. Namun, kita tidak hanya melihat kuantitas, kalau dari kualitas sudah cukup (maka) tidak diperpanjang, itu gunanya kita akan update," katanya.
Anggota Pansel Capim KPK Hamdi Muluk menjelaskan, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo menginginkan pimpinan KPK harus memperhatikan keseimbangan aspek pencegahan dan penindakan, sebab selama ini aspek penindakan lebih dikedepankan. Presiden juga menyoroti aspek manajerial dan kepemimpinan calon pimpinan KPK.
Hamdi menilai, selama ini narasi yang ditekankan adalah mencari pemimpin yang berani dan lupa bahwa pemimpin harus membuat institusinya memiliki manajemen yang bagus. Mulai dari manajemen pencegahan, penindakan agar semua sisi kuat.
“Mungkin pernah dengar ada perpecahan internal di KPK, itu memang ada. Dan itu mendapat perhatian Presiden bagaimana ke depan pimpinan KPK mengerti persoalan itu supaya tidak ada lagi faksi-faksi di bawah manajemen yang rapi,” ujarnya.
Isu Radikalisme
Pada seleksi Capim KPK jilid V ini isu radikalisme menjadi perhatian utama. Calon pimpinan KPK diharapkan terbebas dari paham radikalisme.
Dalam mencari putra-putra terbaik bangsa untuk menjadi pimpinan KPK, panitia seleksi bakal bekerja sama dengan berbagai institusi salah satunya Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) untuk menelusuri rekam jejak calon pimpinan komisi antirasuah tersebut.
Hal ini dianggap sangat penting untuk mencegah adanya calon pimpinan yang terpapar radikalisme atau bahkan pernah mengikuti jaringan yang membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain BNPT, sejumlah institusi yang ikut dilibatkan di antaranya Kepolisian RI, Badan Intelijen Negara, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Badan Narkotika Nasional.
“Ini merespons infiltrasi dari paham-paham yang tidak sesuai dengan NKRI. Kita menjaga dan mencari orang-orang yang hatinya Merah Putih. Kita hanya memastikan kita dapat yang terbaik, jangan ditafsir macam-macam, ini normatif,” kata Hamdi.
Ada sejumlah kriteria yang digunakan BNPT untuk menelusuri rekam jejak kandidat pimpinan KPK terkait paham radikalisme.
Capim KPK diharapkan tidak terlibat pada organisasi teroris, atau berkeinginan mengganti ideologi Pancasila atau ingin mengganti ideologi negara dengan agama tertentu.
"Kami di sini menyampaikan bahwa radikalisme di sini adalah radikalisme perspektif negatif karena radikalisme ada juga dalam perspektif positif," kata Kepala BNPT Suhardi Alius.
Menurutnya, seseorang dinyatakan terpapar radikalisme jika yang bersangkutan bersifat intoleran. Mereka yang radikal juga anti-Pancasila, terlibat organisasi teroris, hingga punya paham 'takfiri' atau kerap mengkafirkan orang lain.
Soal Keseriusan
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengungkapkan harapan terpilihnya sosok-sosok yang jujur dan berintegritas sebagai pimpinan KPK merupakan hak bangsa Indonesia untuk menjamin peperangan terhadap para pencuri uang rakyat terus dilakukan di Tanah Air.
"Bahwa salah satu syarat pimpinan KPK sesuai UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela, tentu yang dimaksud tercela adalah perbuatan yang dianggap oleh hukum sebagai kejahatan pidana, pelanggaran etika profesi sebelumnya, ataupun lakukan tindakan yang tidak pantas menurut masyarakat," kata Yudi.
Untuk itulah, kata Yudi, penelusuran rekam jejak benar-benar harus serius dilakukan pansel. Itu sangat penting, supaya ke depan, KPK tidak tersandera oleh pihak-pihak atau oknum tertentu.
"Jangan sampai nanti pimpinan KPK yang dipilih merupakan pimpinan yang punya dosa masa lalu, sehingga tidak berani melangkah karena tersandera, yang mengakibatkan takut menangkapi koruptor, karena kekhawatiran akan terus diungkit-ungkit," ujar Yudi.
Wadah Pegawai KPK bahkan telah membentuk Tim Pengawalan Seleksi Calon Pimpinan KPK jilid V.
Tim ini terdiri atas para pegawai komisi antirasuah yang tugasnya nanti melakukan koordinasi, dan meminta masukan dari para ahli, koalisi masyarakat sipil, akademisi serta pemangku kepentingan lain.
Yudi mengungkapkan, pembentukan tim ini memiliki dua tujuan utama.
Pertama, menghimpun masukan dari para pegawai KPK soal kriteria pimpinan, serta mengusulkan arah KPK ke depannya.
Kedua, melakukan pemeriksaan yang mendetail mengenai rekam jejak calon pimpinan KPK dan mengawasi proses seleksi yang berlangsung.
Menurutnya, tujuan itu untuk mendorong hadirnya pimpinan KPK yang berintegritas dan independen. Wajah-wajah Capim KPK Jilid V yang terpilih pun akan membuktikan keseriusan Presiden Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Independensi dan kerja KPK tidak dapat dipisahkan dari siapa pimpinan KPK terpilih. Presiden melalui Tim Pansel yang dibentuk olehnya harus menunjukkan komitmen antikorupsi melalui pemilihan pimpinan yang mempunyai rekam jejak bebas dari korupsi, independen serta tidak pernah melakukan upaya pelemahan KPK," ujar Yudi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mengungkapkan, KPK sedang menangani kasus korupsi dengan skala politik dan nilai kerugian negara yang sangat besar.
Untuk itu, Pansel KPK mempunyai kewajiban agar pimpinan KPK ke depan tidak berupaya untuk menghambat penanganan beberapa kasus tersebut.
"Ambil contoh saja pada kasus korupsi e-KTP. Tak hanya itu, KPK juga sedang menangani kasus korupsi Bantuan Dana Likuiditas Bank Indonesia, yang mana diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun," katanya.