Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi terdakwa kasus dugaan korupsi terkait Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Amar putusan itu dibacakan Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah setelah majelis hakim mengadili permohonan kasasi itu.
"Mengabulkan permohonan terdakwa. Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum," kata Abdullah dalam konferensi pers di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).
Selain itu, MA juga meminta mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu dikeluarkan dari tahanan.
"Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan," ucapnya.
Baca: Anggota TNI Boleh Daftar Seleksi Calon Pimpinan KPK, Ini Persyaratannya
Dalam perkara BLBI, hukuman Syafruddin diperberat di tingkat banding menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Ia dinyatakan bersalah dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI.
Putusan itu lebih tinggi dibanding vonis hakim Pengadilan Tipikor, yaitu 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusan tingkat pertama, hakim menyebut Syafruddin melakukan perbuatan haram itu bersama-sama pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih S Nursalim, serta Dorojatun Kuntjoro Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dalam penerbitan SKL itu.
Baca: Pemulangan Habib Rizieq Shibab Jadi Syarat Rekonsiliasi Prabowo dengan Jokowi
Syafruddin disebut menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.
BDNI disebut hakim ditetapkan sebagai bank beku operasi (BBO) yang pengelolaannya dilakukan oleh tim pemberesan yang ditunjuk BPPN dan didampingi oleh Group Head Bank Restrukturisasi.
BDNI dikategorikan sebagai bank yang melanggar hukum atau transaksi yang tidak wajar yang menguntungkan Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan itu, Syafruddin merugikan negara sebesar Rp4,5 triliun terkait BLBI. Karena menguntungkan Sjamsul sebesar Rp4,5 triliun. Kini, Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim, juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.