News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kepulauan Riau

KPK Masih Pelajari Kode Rahasia dalam Transaksi Suap Gubernur Kepri

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun menggunakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/7/2019). KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Budi Hartono dan Pihak swasta Abu Bakar dengan total barang bukti Rp 666.812.189 terkait kasus izin lokasi rencana reklamasi di Kepulauan Riau serta kasus gratifikasi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempelajari terkait temuan kode rahasia dalam kasus dugaan suap pengurusan pengajuan izin reklamasi proyek di Tanjung Piayu, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang menjerat Gubernur Kepri, Nurdin Basirun dan tiga tersangka lainnya.

Para pihak yang terlibat dalam kasus ini menggunakan kode 'ikan', 'daun' dan 'kepiting' untuk berkomunikasi saat bertransaksi suap.

Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku belum mengetahui secara detil mana di antara tiga sandi komunikasi korupsi di atas yang khusus dipergunakan oleh Nurdin.

Menurutnya, kepastian siapa menggunakan sandi apa tentu dikonfirmasi ke para tersangka maupun saksi saat pemeriksaan lanjutan nanti.

"Saat ini belum bisa disampaikan detilnya siapa menggunakan sandi apa. Saya juga belum terima informasi tersangka Gubernur Kepri NBA (Nurdin Nasirun) menggunakan sandi apa. Tentu sandi-sandi itu akan kami konfirmasikan saat pemeriksaan," tutur Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).

Sebelumnya, Febri mengatakan selama proses penyelidikan sebelum operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan Rabu (10/7/2019) lalu, pihaknya mencermati sejumlah penggunaan kata sandi yang diduga merupakan cara mengelebaui dan menutupi transaksi suap yang dilakukan.

Baca: KPK Temukan 13 Tas Berisi Rp 3,5 Miliar, USD 33.200, dan SGD 134.711 di Kamar Gubernur Kepri

"Tim mendengar penggunaan kata 'ikan' sebelum rencana dilakukan penyerahan uang. Disebut jenis Ikan Tohok dan rencana 'penukaran ikan' dalam komunikasi tersebut. Selain itu terkadang digunakan kata 'daun'," ungkap Febri.

Tak hanya itu, ujar Febri, saat tim penindakan KPK menggelar OTT awal di pelabuhan, pihak yang diamankan saat itu sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi kepiting.

"KPK telah berulang kali memecahkan sandi-sandi seperti ini. Dan hal ini juga sangat terbantu dengan informasi yang kami terima dari masyarakat," ujarnya.

Dalam kronologi perkara ini, diketahui ada upaya mengelabui dari salah satu tersangka Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri, Budi Hartono, saat hendak ditangkap di Pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang, Batam.

Saat itu, pengusaha Abu Bakar dan Budi Hartono baru saja melakukan transaksi serah terima uang. Namun, saat hendak diamankan, Budi Hartono mengaku tas yang dibawanya hanya berisi kepiting.

Akan tetapi, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap barang yang baru diterima dari Abu Bakar itu, akhirnya diketahui tas tersebut berisi uang sebanyak SGD6 ribu. Budi Hartono tak bisa mengelak lagi.

Diketahui, KPK menetapkan Nurdin dan dua anak buahnya Kadis Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan dan Kabid Perikanan Tangkap, Budi Hartono serta seorang swasta bernama Abu Bakar sebagai tersangka kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi proyek reklamasi di Kepri tahun 2018-2019.

Nurdin dan kedua anak buahnya diduga menerima suap setidaknya SGD11 ribu dan Rp45 juta dari Abu Bakar.

Suap ini diberikan untuk memuluskan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam yang diajukan Abu Bakar ke Pemprov Batam. Abu Bakar berencana membangun resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektar.

Padahal, Tanjung Playu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.

Meski demikian, Nurdin Basirun dan kedua anak buahnya seakan tak peduli dengan status Tanjung Piayu sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.

Bahkan, Nurdin memerintahkan anak buahnya, Budi Hartono dan Edy Sofyan membantu Abu Bakar meloloskan izin yang diajukan terkait pemanfaatan laut guna melakukan reklamasi.‎

Namun, karena pemanfaatan lahan tersebut tidak sesuai, maka izin kepentingan reklamasi diubah untuk mengakomodasi kepentingan Abu Bakar tersebut.

Nurdin Basirun melalui Budi Hartono memberitahu Abu Bakar agar dalam izinnya harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya.

Tak hanya menerima suap, Nurdin Basirun diduga menerima gratifikasi dari pihak lain. Saat OTT, tim Satgas KPK menyita SGD43.942, USD5.303, EURO5, RM407, Riyal500, dan Rp132.610.000. ‎Uang itu disita dari Rumah Dinas Gubernur Kepulauan Riau.

Perkembangan teranyar, KPK kembali menyita uang dari dalam kamar rumah dinas Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

Dari 13 tas ransel, kardus, plastik, dan paper bag di dalam kamar rumah dinas Nurdin, ditemukan uang Rp3,5 miliar, USD33.200 (Rp465.032.400), dan SGD134. 711 (Rp1.387.226.979,41). Jika ditotal-total, keseluruhan uang yang ditemukan berjumlah Rp5.352.259.379.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini