TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memeriksa empat petinggi perusahaan swasta. Keempatnya akan bersaksi atas kasus korupsi pembangunan gedung kampus IPDN Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Para petinggi yang dipanggil penyidik KPK yaitu Direktur PT Graha Inti Alam, Hari Susanto; Direktur Utama PT Timur Mas Abadi, Harry Agus Tanzil; Direktur Utama PT Arus Berkat Bersama, Triwahyu Wicaksono; dan Direktur PT Mayang Sakti, Zaliansyah Fitriadi.
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DJ (mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Setjen Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Jumat (12/7/2019).
KPK terus mendalami peran PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya selaku penggarap proyek pembangunan gedung kampus IPDN.
Kuat dugaan kedua korporasi ini terlibat skandal pembangunan IPDN.
Penyidik menggeledah kantor PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya di Jakarta untuk memperkuat bukti.
Sejumlah dokumen dan bukti elektronik disita dari kedua lokasi tersebut.
Teranyar, penyidik menyita sejumlah dokumen dari staf Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT Waskita Karya Setiadi Pratama dan staf PT Kakanta Andi Sastrawan yang menjadi pelaksana lapangan proyek IPDN Gowa.
Dokumen itu diduga berkaitan dengan kasus tersebut.
Untuk diketahui, KPK pada 10 Oktober 2018 telah menetapkan tiga tersangka kasus korupsi dalam pembangunan dua kampus IPDN di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Sebelumnya, KPK juga telah memproses dugaan korupsi pada pembangunan dua kampus IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
Pada 2010, tersangka Dudy Jocom melalui kenaIannya diduga menghubungi beberapa kontraktor kemudian memberitahukan akan ada proyek IPDN.
Baca: Kasus Proyek IPDN Gowa, KPK Periksa Mantan Direktur Operasi Waskita Karya
Selanjutnya dilakukan pertemuan di sebuah cafe di Jakarta. Diduga sebelum lelang dilakukan telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara.
Diduga terkait pembagian proyek ini, Dudy Jocom dan kawan-kawan meminta 'fee' sebesar 7 persen. Pada September 2011, pemenang lelang ditetapkan kemudian Dudy Jocom dan kontraktor menandatangani kontrak proyek.
Pada Desember 2011, meskipun pekerjaan belum selesai, Dudy Jocom diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk proyek IPDN Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara agar dana dapat dIbayarkan.
Pada kasus pembangunan IPDN Sulawesi Selatan Kabupaten Gowa Tahun Anggaran 2011 ditetapkan dua tersangka antara lain Dudy Jocom selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011 dan Adi Wibawo sebagai Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya.
Sementara pada kasus kedua terkait pembangunan IPDN Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2011 juga ditetapkan dua tersangka, yakni Dudy Jocom dan Dono Purwoko selaku Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya.
Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total sekurangnya Rp21 miliar yang dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut.
Dengan rincian proyek pembangunan Kampus IPDN di Sulawesi Selatan sekitar Rp11,18 miliar dan proyek pembangunan Kampus IPDN di Sulawesi Utara sekitar Rp9,378 miliar.
Sebelum penentuan pemenang lelang, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan 'review' hasil lelang pengadaan gedung IPDN di empat lokasi di daerah Tahun Anggaran 2011.
Hasilnya terdapat kelemahaan dalam proses pengadaan pada syarat grade 7. Selain itu, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berpendapat bahwa syarat grade 7 itu bersifat diskriminatif.
Dugaan kerugian negara untuk dua proyek pembangunan IPDN Iainnya adalah provek pembangunan Kampus IPDN di Agam, Sumatera Barat sekitar Rp34,8 miliar dan proyek pembangunan Kampus IPDN di Rokan Hilir Riau sekitar Rp22,11 miliar.
Total dugaan kerugian negara untuk pembangunan empat gedung kampus IPDN tersebut adalah sekitar Rp77,48 miliar.