News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kabinet Jokowi

Elite PDIP Sarankan Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS Tetap Jadi Oposisi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jokowi dan Prabowo berbincang di MRT, Sabtu (13/7/2019).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Partai-partai pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019 diharapkan untuk tetap mengambil posisi sebagai oposisi dalam pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin.

Demikian disarankan Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (16/7/2019).

Adapun partai-partai politik pengusung Prabowo-Sandiaga saat Pilpres 2019 lalu adalah Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sinyal untuk itu pun menurut anggota DPR RI ini, juga sudah ditunjukkan Prabowo saat bertemu Jokowi di MRT, pada akhir pekan lalu.

"Sarannya seperti itu, Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS tetap menjadi oposisi. Apalagi kalau dilihat dari niat yang disampaikan Pak Prabowo," ujar anggota Komisi I DPR RI ini.

Saat itu dia mengutip, Prabowo juga menyampaikan, akan melakukan kritik-kritik konstruktif terhadap pemerintah.

"Itu kan adalah sinyal keinginan Partai Gerindra untuk di luar pemerintahan," jelas Andreas Pareira.

Karena menurut anggota DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, pemerintahan yang demokratis membutuhkan suara-suara penyeimbang dari parpol-parpol oposisi untuk memajukan bangsa dan negara ini.

Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira (Taufik Ismail/Tribunnews.com)

"Dari sekian banyak yang memilih, kan ada sekitar 45 persen yang tidak memilih Pak Jokowi. Ini kan butuh kanalisasi dan kanalisasi politik dalam suatu sistem yang demokratis itu adalah melalui partai-partai di luar pemerintahan yang ada di DPR," ucap Andreas Pareira.

Baca: Plesiran Idrus Marham, Ombudsman Mau KPK Perbaiki Pola Kerja Tahanan di Rutan

Ia mmencontohkan sikap politik PDI Perjuangan saat masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Saat itu partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu mengambil siap menjadi oposisi sebagai penyeimbang dalam 10 tahun pemeritahan SBY.

"PDI Perjuangan 10 tahun sebelum masuk pemerintahan itu menunjukkan bahwa konsistensi sikap antara apa yang disampaikan saat berkampanye dengan apa yang kita lakukan setelah proses pemilu selesai," tegas Andreas Pareira.

Selama 10 tahun PDIP menjadi partai di luar pemerintahan, kata dia, tetap mendapat hari dari rakyat. Dan akhirnya terbukti bahwa rakyat kembali memilih PDI Perjuangan.

Pengamat Juga sarankan Gerindra Berada di Luar Pemerintahan

Pengamat Politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Leo Agustino mengapresiasi jalan rekonsiliasi melalui pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra dan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) usai Pilpres 2019.

Hanya saja dia berharap pertemuan dua tokoh ini tidak membuat Gerindra kendur dalam mengkritisi pemerintahan Jokowi di sisa pemerintahannya hingga Oktober mendatang.

"Jangan sampai pertemuan ini membuat Gerindra dan koalisi partainya menjadi kendur dalam mengawasi kerja pemerintah," ujar Leo Agustino kepada Tribunnews.com, Senin (15/7/2019).

Dalam periode pertama, Jokowi didukung PDI Perjuangan, Golkar, PKB, NasDem, PPP dan Hanura.

Sedangkan Gerindra, PKS, Demokrat, PAN berada di luar pemerintahan.

Bahkan dia berharap, Prabowo tetap memimpin Gerindra dan parpol koalisinya kala Pilpres 2019 lalu itu menjadi oposisi dari pemerintahan Jokowi-Maruf Amin. Bukan sebaliknya.

"Kita berharap Gerindra dan koalisinya tetap menjadi penyeimbang yang kritis bagi kemajuan bangsa," harap Leo Agustino.

Harapan yang sama juga disuarakan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

Titi Anggraini (Reza Deni/Tribunnews.com)

Titi berharap Prabowo dan lingkaran elite politik pendukungnya berperan sebagai oposisi bagi pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Peran yang kita harapkan adalah check and balances. Itu sesuatu yang sangat kita perlukan di dalam sistem presidensial, di tengah posisi Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan yang sangat kuat," kata Titi.

Oleh karena itu, Titi berharap pihak Prabowo bisa berperan secara proporsional di parlemen untuk mengawasi jalannya pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Tentu harus diperankan secara proporsional. Ini juga bisa menjadi edukasi politik yang baik ke masyarakat kita," kata Titi.

"Jadi diskursus politik, dialog politik tetap harus berjalan tanpa kemudian menegasikan peran dari masing pihak sebagai bagian dari pemerintahan atau sebagai penyeimbang di parlemen," ujarnya.

Hal itu, menurut Titi, guna memastikan agar visi, misi, dan program kerja kandidat terpilih bisa terpenuhi dan terwujud untuk kepentingan masyarakat luas.

"Dia (pihak oposisi) menjadi bagian dari pengawasan dan kontrol agar berbagai program dan janji politik yang ditawarkan itu bisa direalisasikan ke seluruh rakyat Indonesia. Agar itu tidak terjadi keterputusan antara rakyat dan para pejabat publik terpilih," kata Titi.

Sebelumnya, Prabowo Subianto menyatakan bahwa pihaknya siap menjadi oposisi pemerintah selama lima tahun ke depan.

Pernyataan ini disampaikan Prabowo usai bertemu Jokowi.

"Oposisi juga siap, check and balance siap," ujar Prabowo selepas makan siang bersama Presiden Joko Widodo di FX Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019).

Kendati demikian, Prabowo tidak mengungkapkan sikap resminya apakah tetap menjadi oposisi atau mendukung pemerintah.

"Yang penting negara kita kuat, kita bersatu," kata Prabowo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini