TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan Komisaris Utama PT Hosion Sejati, Kang Hoke Wijaya, masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kini perkara pemodal perusahaan yang bergelut di bidang alutsista TNI ini sudah memasuki pemeriksaan saksi-saksi, termasuk pada persidangan yang berlangsung, Selasa (16/7/2019) kemarin.
Ketika proses pemeriksaan saksi, Nico SH MH kuasa hukum Kang Hoke Wijaya dari Kantor Hukum Lex Dafaniro mulai menemukan beberapa kejanggalan terkait proses hukum oleh penyidik kepolisian dan proses pemberkasan perkara di kejaksaan.
Misalnya, pada saat pemeriksaan saksi pelapor, Ariel Topan Subagus, Selasa 8 Juli 2019.
Bahkan, posisi jabatannya yang dalam kasus ini disebut sebagai direktur utama Hosion Sejati juga dipertanyakan oleh Nico.
Menurut Nico, dari fakta persidangan jelas Ariel masuk ke dalam organ direksi tidak sesuai peraturan- perundangan sehingga tidak mempunyai kapasitas menyatakan perusahaan merugi.
Baca: Gara-gara Kasus Ikan Asin, Kasus Penipuan dan Pornografi Pablo Benua dan Rey Utami Terbongkar
Baca: Selain Ikan Asin, Pablo Benua Juga Terjerat Kasus Penipuan dan Penggelapan
Padahal alasan Ariel membawa perkara ini ke pidana dengan menuduh Kang Hoke melakukan tindakan yang merugikan perusahaan, yaitu pencucian uang dan penggelapan.
Kang Hoke telah membantah tuduhan Ariel.
Menurut Nico, sejak diperiksa penyidik Unit Jaksi (Pajak dan Asuransi) Direktorat Pidana Ekonomi Khusus (Ditpideksus) Badan Reserse dan Kriminal Polri (Bareskrim) Polri dan jaksa, Kang Hoke Wijaya meminta audit perusahaan agar semuanya bisa lebih terang dan jelas.
Namun tak pernah digubris.
Bahkan persoalan akte notaris itu juga sudah disampaikannya, kenyataan pemberkasan Kang Hoke dijalankan hingga sampai ke pengadilan.
"Itulah sebabnya, dakwaan yang disampaikan jaksa terkesan dipaksakan, bahkan berani melanggar peraturan perundang-undangan yang melekat dalam dunia usaha," kata Nico tentang dakwaan yang disusun tim penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yaitu Lumumba Tambunan, Endang Rahmawati, dan Santoso, itu.
Perkara Kang Hoke bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak Selasa (28/5/2019).
Menurut Nico, jaksa menyusun dakwaan tidak sesuai dengan pasal pasal 143 ayat (2) huruf B KUHAP, yaitu dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap menyebutkan tindak pidana yang dilakukan Kang Hoke.
Bahkan, kata dia, dalam dakwaan juga jaksa tidak jelas menentukan status terdakwa dalam perusahaan.
Adapun persoalan yang paling fatal, kata Nico, surat dakwaan itu pun belum waktunya diajukan ke persidangan.
"Sebab belum melalui tahapan-tahapan prosedur yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 138 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)," katanya.
"Mekanisme yang wajib dilakukan terlebih dahulu adalah pemeriksaan terhadap perseroan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan. Permohonan tersebut dapat diajukan oleh 1/10 pemegang saham, pihak lainnya dan kejaksaan untuk kepentingan umum. Namun jaksa belum menjalankan mekanisme ini."
Nico menambahkan, permohonan penangguhan penahanan untuk Kang Hoke tak pernah dikabulkan pihak Ditpideksus dan kejaksaan.
"Ini kan orang sudah tua. Kenapa begitu teganya mereka. Ada apa sebetulnya?" ujar dia.
Bahkan yang paling aneh, kata Nico .jaksa penuntut umum untuk perkara Ariel berdasarkan laporan Kang Hoke, juga ditangani oleh jaksa yang sama.
Saat ini di persidangan yang tampil sebagai jaksa penuntut umum adalah Lumumba Tambunan, Endang Rahmawati, dan Santoso. Di sini pihak pelapor adalah Ariel, dan Kang Hoke sebagai terdakwa.
Lalu dalam perkara satu lagi dengan posisi Kang Hoke sebagai pelapor dan Ariel sebagai terlapor, juga ditangani oleh jaksa yang sama.
"Ini kan aneh sekali, bagaimana bisa satu tim jaksa menangani dua kasus berkaitan. Ini jelas tidak adil, pasti ada sesuatu di balik itu," kata Nico.