TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemukulan yang dilakukan Desrizal Chaniago, pengacara Tomy Winata, terhadap hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ternyata menyimpan sejumlah fakta yang menarik ditelisik.
Kasus sengketa yang melibatkan PT Geria Wijaya Prestige (GWP) dan Fireworks Ventures Limited ini mengungkap sejumlah fakta baru bagi khalayak.
Fakta tersebut antaranya diklaim bahwa Fireworks Ventures Limited ternyata bukan kreditur tunggal atas utang PT Geria Wijaya Prestige (GWP).
Klaim tersebut membantah pemberitaan di sejumlah media menyebutkan bahwa Fireworks adalah kreditur tunggal atas utang PT GWP.
Baca: Pengacaranya Serang Hakim, Tomy Winata Akui Terkejut – Dialog Kompas Petang
Baca: Mengenal Sosok Hakim Suharso, Korban Penganiayaan Pengacara, Pemilik Sanggar Seni di Semarang
Menurut kuasa hukum Alfort Capital Limited, Sendi Sanjaya, pemberitaan mengenai Klaim Aset Kredit di BPPN yang menyebutkan Fireworks Pemegang Tunggal Hak Tagih GWP, sangat tidak berdasar pada hukum dan fakta yang ada.
Dalam keterangan tertulisnya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/7), Sendi mengklaim bahwa sejarah kredit GWP, yang bermula dari rencana GWP membangun Hotel Kuta Paradiso.
Untuk membangun Hotel tersebut, GWP meminjam uang dari tujuh bank, yakni Bank Dharmala, Bank Rama, Bank PDFCI, Bank Finconesia, Bank Artha Niaga Kencana, Bank Multicor, dan Bank Indovest.
Saat terjadi krisis moneter 1998, beberapa bank tersebut masuk dalam kategori bank yang perlu disehatkan karena terancam likuidasi.
Tiga dari tujuh bank tersebut, yaitu Bank Dharmala, Bank Rama, dan Bank PDFCI, masuk dalam program penyehatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Akibatnya, hak tagih ketiga bank tersebut beralih ke BPPN.
Sedangkan keempat bank lainnya dinyatakan sehat, sehingga hak tagihnya tidak beralih ke BPPN.
Setelah mendapatkan pengalihan hak tagih dari ketiga bank tersebut (Bank Dharmala, Bank Rama, dan Bank PDFCI), BPPN kemudian melakukan lelang aset kredit, yang dimenangkan PT Millienium Atlantic Securities (MAS).
Dalam perjalanan selanjutnya, MAS kemudian mengalihkan hak tagih kepada Fireworks Ventures Limited.
Dari konstruksi kasus tersebut, tampak bahwa Fireworks Ventures Limited hanya mengantongi hak tagih atas Bank Dharmala, Bank Rama, dan Bank PDFCI.
“Fireworks hanya mendapatkan porsi hak tagih dari tiga bank pemberi pinjaman kredit. Oleh karena itu tidak benar klaim dari Fireworks yang menyatakan diri sebagai kreditur tunggal atas utang PT GWP,” tegas Sendi dalam keterangan pers, Jumat (19/7).
Sedangkan mengenai dasar kepemilikan hak tagih kliennya, yaitu Alfort Capital Limited, Sendi menjelaskan bahwa Bank Finconesia yang berubah nama menjadi Bank Agris, kemudian mengalihkan hak tagih kepada Alfort. Dengan demikian, Alfort juga merupakan salah satu kreditur atas utang PT GWP.
Sendi menambahkan, Alfort juga mengantongi putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap. Mulai dari putusan PN Jakarta Pusat Nomor 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 18 Agustus 2011 jo. putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor 187/PDT/2102/PT.DKI tanggal 17 Juli 2012 jo.
“Fireworks hanya mendapatkan porsi hak tagih dari tiga bank pemberi pinjaman kredit. Oleh karena itu tidak benar klaim dari Fireworks yang menyatakan diri sebagai kreditur tunggal atas utang PT GWP,” tegas Sendi dalam keterangan pers, Jumat (19/7).
Sedangkan mengenai dasar kepemilikan hak tagih kliennya, yaitu Alfort Capital Limited, Sendi menjelaskan bahwa Bank Finconesia yang berubah nama menjadi Bank Agris, kemudian mengalihkan hak tagih kepada Alfort. Dengan demikian, Alfort juga merupakan salah satu kreditur atas utang PT GWP.
Sendi menambahkan, Alfort juga mengantongi putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.
Mulai dari putusan PN Jakarta Pusat Nomor 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 18 Agustus 2011 jo. putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor 187/PDT/2102/PT.DKI tanggal 17 Juli 2012 jo.
Alasan hakim menolak
Majelis hakim menolak seluruh gugatan wanprestasi yang diajukan pengusaha Tomy Winata terhadap PT Geria Wijaya Prestige (GWP) terkait dengan sengketa utang-piutang perusahaan pemilik Hotel Kuta Paradiso di Bali itu.
“Menyatakan gugatan penggugat ditolak untuk seluruhnya,” kata Hakim Ketua Sunarso, ketika membacakan amar putusan perkara perdata Nomor 223/pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. di Ruang Subekti 2, PN Jakarta Pusat, Kamis lalu.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai penggugat Tomy Winata (TW) tidak berhak mengajukan gugatan kepada para tergugat (PT GWP dkk) karena permasalahan utang-piutang telah diselesaikan secara tuntas oleh bank sindikasi dengan BPPN.
Tatkala hakim membacakan putusan, kuasa hukum Tomy Winata, Desrizal, tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan maju ke depan meja majelis hakim. Dan dengan cepat yang bersangkutan menyerang hakim ketua Sunarso menggunakan ikat pinggang.
Rudy Marjono, kuasa hukum PT GWP, dengan sigap maju ke depan untuk mencegah Desrizal melakukan tindakan membabi-buta. Desrizal kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polres Jakarta Pusat. Atas peristiwa itu, Tomy Winata melalui juru bicaranya meminta maaf.
Tomy Winata mengajukan gugatan wanprestasi terhadap PT GWP untuk membayar ganti rugi lebih dari US$ 31 juta setelah sebelumnya bos Artha Graha Group itu membeli dan menerima pengalihan apa yang diklaim sebagai porsi piutang PT GWP milik Bank China Construction Bank Indonesia (dulu Bank Multicor) melalui akta bawah tangan pengalihan hak tagih piutang (cessie) tanggal 12 Februari 2018.
Sementara itu, Berman Sitompul, kuasa hukum Fireworks Ventures Limited, mengatakan putusan PN Jakpus tersebut makin menguatkan fakta hukum bahwa Fireworks adalah pemegang tunggal eks piutang sindikasi PT GWP.
“Bahwa hak tagih atas piutang PT GWP memang dimiliki Fireworks. Jadi kalau ada pihak lain yang mengklaim turut memiliki porsi piutang, itu mengada-ada,” katanya dalam keterangan pers, Minggu (21/7).
Menurut dia, kalau ada eks bank sindikasi yang merasa belum menerima bagian dari penjualan piutang PT GWP, mestinya menggugat BPPN.
Berman mengungkapkan pada tahun 2005, Fireworks menerima pengalihan piutang PT GWP dari PT Millenium Atlantic Securities (MAS) yang sebelumnya memenangkan lelang eks piutang piutang tersebut melalui Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI yang digelar BPPN pada 2004.
Semua bank peserta sindikasi, termasuk Bank Multicor, Bank Finconesia dan Bank Arta Niaga Kencana turut menandatangani akta Kesepakatan Bersama 8 November 2000 yang pada intinya menyerahkan penyelesaian pengurusan piutang PT GWP kepada BPPN dengan menggunakan PP 17 Tahun 1999. BPPN telah menyelesaikan mandat pengurusan piutang PT GWP itu dengan menjualnya lewat PPAK VI 2004.
“Jadi BPPN telah menuntaskan penyelesaian pengurusan piutang PT GWP tersebut. Dan pemegang terakhir piutang itu adalah Fireworks. Nah, kalau ada pihak lain yang mengklaim memiliki porsi piutang tersebut, tentu mengada-ada,” tegasnya.
Artikel di atas telah tayang di kontan.co dengan judul https://nasional.kontan.co.id/news/dibalik-pemukulan-yang-dilakukan-kuasa-hukum-tomy-winata-terhadap-hakim
https://nasional.kontan.co.id/news/ini-alasan-pn-jakpus-menolak-gugatan-tomy-winata