Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Kivlan Zen menghadirkan empat saksi dalam sidang pembuktian praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2019).
Empat orang saksi fakta yang dihadirkan tim penasihat hukum Kivlan Zen adalah para kuasa hukum Kivlan Zen yang melihat, mendengar, dan mengetahui, sendiri terkait penangkapan dan penetapan Kivlan Zen sebagai tersangka kasus penguasaan senjata api ilegal oleh Polda Metro Jaya.
Empat orang itu antara lain Suta Widya, Pitra Romadoni, Hendri Badiri Siahaan, dan Julianta Sembiring.
Terkait penangkapan Kivlan Zen, Pitra yang merupakan penasihat hukum Kivlan Zen bersaksi bahwa Kivlan zen tidak memberikan kuasa kepada siapapun saat pemeriksan terkait penguasaan senjata api di Mapolda Metro Jaya pada 29 Mei 2019.
Baca: Resmi Ditahan 20 Hari ke Depan, Terungkap Alasan Kriss Hatta Tonjok Wajah Antony Hillenaar
Baca: Air Mata Baiq Nuril Tak Berhenti Mengalir Saat Komisi III DPR Menyetujui Pemberian Amnesti Untuknya
Baca: Seusai Bertemu dan Cicipi Nasi Goreng Megawati, Prabowo Bersedia Hadiri Undangan Kongres PDI-P
Baca: Nunung Akui Gunakan Sabu Karena Mengalami Depresi Psikosomatis, Kenali Tanda-Tandanya
Pitra mengatakan, kesaksian tersebut berdasarkan keterangan dari Kivlan Zen kepadanya pada 29 Mei 2019.
"Pak Kivlan sebut tidak berikan surat kuasa ke siapapun untuk kasus ke senjata api pada tanggal 29 Mei di Polda Metro Jaya," kata Pitra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (24/7/2019).
Namun ia mendengar dari Kivlan saat itu kalau ia "memakai" pengacara bernama Djuju Purwantoro sebagai pendampingnya.
"Saya cuma dengar kalau Pak Kivlan bilang 'Saya pakai Djudju' saat itu," kata Pitra.
Ia juga bersaksi mendengar dari Kivlan kalau kliennya tersebut tidak diberi surat penangkapan saat itu.
"Pada waktu penangkapan itu langsung didampingi oleh saksi. Klien kami tidak diberi surat penangkapan," kata Pitra.
Diperiksa terpisah, Suta yang merupakan penasihat hukum Kivlan dalam kasus dugaan makar juga mengatakan hal senada dengan Pitra.
Ia mengatakan kalau Kivlan tidak membuat surat kuasa untuk kasus kepemilikan senjata api ilegal namun pada saat pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya untuk kasus penguasaan senjata api ilegal, Kivlan didampingi Djudju.
"Tidak ada kuasa baru setelah di Bareskrim (pemeriksaan dalam kasus dugaan makar) karena saya merasa tugas kami sudah selesai," kata Suta.
Sedangkan untuk dua saksi selainnya, yakni Hendri dan Julianta merupakan kuasa hukum Kivlan dalam kasus penguasaan senjata api ilegal yang baru mendapat surat kuasa setelah Kivlan ditangkap dan dibawa ke rutan Pomdam Jaya Guntur.
Hendri dan Julianta mendapat surat kuasa dari Kivlan pada 31 Mei 2019.
Dalam kesaksiannya di persidangan, Hendri mengatakan dirinya tidak pernah mengetahui bahwa sebelum ditetapkan sebagai tersangka Kivlan dipanggil sebagai saksi.
"Setahu saya tidak pernah dipanggil sebagai saksi," kata Hendri.
Selain keempat orang tersebut, hadir pula mantan tahanan politik rezim Presiden Soeharto, Sri Bintang Pamungkas.
Namun, tim penasihat hukum Kivlan meminta Hakim Tunggal praperadilan Achmad Guntur untuk menghadirkan Bintang pada sidang selanjutnya, Kamis (27/7/2019).
Pantauan Tribunnews.com, selama persidangan para saksi tidak memberikan kesaksian terkait dua dalil pokok permohonan gugatan praperadilan yakni terkait penyitaan dan penahanan.
Empat dalil pokok
enasehat hukum tersangka kasus dugaan makar dan penguasaan senjata api ilegal, Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun menjelaskan terdapat empat poin pokok gugatan praperadilan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tonin menjelaskan, kliennya menggugat Kapolda Metro Jaya dan Dirkrimum Polda Metro Jaya atas penangkapannya, penetapannya sebagai tersangka, penahanannya, dan penyitaan yang dilakukan padanya.
"Pada pokoknya yang kami gugat yaitu penangkapan, penetapan sebagai tersangka, penahanam, dan penyitaan," kata Tonin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (22/7/2019).
Terkait penangkapan, satu di antara dalilnya Tonin menyoal terkait tidak ditunjukannya surat penangkapan pada saat Kivlan Zen ditangkap.
Baca: Gempa Magnitudo 5,4 Guncang Seram Bagian Timur, Maluku, Senin (23/7/2019) Sore
Baca: Ragam Masalah Jemaah Haji Indonesia, Kamar Banjir Hingga Beli Tasbih Seharga Rp 7 Juta
Baca: Rosyid Dukung Menteri Rini Rombak Direksi BUMN
Terkait dengan penetapan tersangka, satu di antaranya Tonin menyoal kalau kliennya tidak pernah diperiksa sebagai saksi sebelumnya, namun langsung sebagai tersangka.
Hal itu juga termuat dalam permohonan gugatan praperadilan yang dibacakannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019).
"Bahwa untuk menjadi tersangka sepatutnya dua alat bukti dan pemeriksaan sebagai saksi atau calon tersangka dan bukan sebagai tersangka, sebagaimana pemohon praperadilan tidak pernah dipanggil secara layak sebagai saksi terlapor dan tidak pernah juga diperiksa sebagai saksi terlapor karena setelah penangkapan tanggal 29 Mei 2019 setelah selesai memberikan keterangan BAP Projustisia di Mabes Polri selanjutnya ditangkap dan dibawa ke kantor termohon praperadilan," kata Tonin.
Terkait dengan penahanan, Tonin menyoal bahwa tidak adanya pemberitahuan penahanan terhadap keluarga Kivlan Zen.
"Sampai dengan Permohonan a-quo diajukan Keluarga Tersangka belum pernah menerima Pemberitahuan dan administrasi Berita Acara Penahanan, pemeriksaan kesehatan dan lainnya, belum dilakukannya gelar perkara khusus atau besar, selama diperiksa tanggal 29 Mei dan 30 Mei 2019 tidak didampingi oleh Kuasa Hukum yang memiliki Surat Kuasa, belum dilakukan konfrontir dengan saksi atau tersangka yang membuat BAP Projustisia terhadap sangkaan dimaksud," kata Tonin.
Baca: Kupas Habis Honda ADV 150, dari Spesifikasi Lengkap hingga Bisa Dicicil Mulai Rp 1 Jutaan
Baca: Suami Syok Lihat Video Istrinya Tengah Berhubungan Badan dengan Kakek-kakek di Ladang Tebu
Terkait dengan penyitaan, satu di antara gugatannya Tonin menyoal surat.
"Termohon praperadilan melakukan penyitaan terhadap benda atau barang milik Kivlan Zen berdasarkan SPDP Nomor B/9465/V/RES.1.17/2019 tanggal 21 Mei 2019 dan bukan berdasarkan SPDP Nomor: B/10025/V/RES.1.7/2019/Datro tanggal 31 Mei 2019 dengan demikian merupakan penyitaan yang tidak sah yang telah melanggar administrasi penyidikan dan prosedur penyidikan dimana PENYITAAN hanya dapat terjadi setelah SPDP terbit juncto Surat Perintah Penyidikan," kata Tonin.
Sebelum membacakan gugatan, Tonin menjelaskan kepada hakim tunggal yang memeriksa perkaranya yakni Achmad Guntur terkait perubahan pada permohonan gugatannya.
Guntur kemudian membolehkan perubahan dan penambahan tersebut sebatas redaksional dan tidak menyangkut pokok gugatan.
"Tadinya 13 halaman, yang tadi dibacakan 16 halaman. Kenapa terjadi penambahan, sewaktu 13 Pak Kivlan yang buat. Setelah kami diminta jadi pengacara kuasa hukum, ada unsur hukum yang belum dimuat. Kami kan kalau berperkara harus menang jadi itu adalah hal yang biasa kecuali mintanya berbeda. Sama yang diminta petitum tidak berubah, hanya memasukan dalil hukum dan fakta," kata Tonin.