TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Raniah, warga Kampung Paniis, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten sedang merebus air di dapur usai bersantap malam, Jumat (2/8).
Saat Raniah duduk, terdengar suara gemuruh begitu kencang dari luar rumahnya.
Raniah menganggap suara gemuruh tersebut berasal dari truk yang melintas.
Tiba-tiba, bangunan rumahnya yang baru direnovasi pascatsunami Banten, Desember 2018 silam bergoyang keras.
Dia lalu bercerita warga di sekitar tempat tinggalnya berhamburan dari rumah.
Saat warga keluar rumah, listrik di Kampung Paniis seketika padam.
Kepanikan warga memuncak karena suasana kampung seketika gelap gulita pascagempa.
"Warga langsung keluar dan lampu padam, listrik langsung padam sehingga orang-orang kelabakan. Orang-orang bingung mau ke mana karena gelap, semua menjerit," tutur Raniah kepada Tribun Network, Jumat (2/8) malam melalui sambungan telepon.
Sejumlah warga Kampung Paniis kemudian memilih mengungsi ke dataran tinggi usai di guncang gempa 7,4 SR. Raniah dan ratusan warga mengungsi ke sebuah saung di tepi sawah yang berjarak 300 meter dari kediamannya.
Kampung Paniis berjarak kurang lebih 100 meter dari bibir pantai. Mereka khawatir terjadi tsunami setelah gempa bumi.
"Saat ini saya mengungsi di saung kecil di sekitar sawah. Jaraknya 300 meter dari rumah," ujar Raniah.
Raniah juga sempat membagikan foto kondisi saung yang diisi oleh anggota keluarga dan tetangganya untuk mengungusi.
Terlihat dalam foto sejumlah perempuan dan anak-anak duduk di saung itu. Kondisi saung terlihat gelap.
Hanya kilat lampu kamera yang terpancang dari foto tersebut.