TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Belakangan ini udara di beberapa kota besar di Indonesia sedang tercemar.
Dari data Air Quality Index (AQI) beberapa waktu lalu, Jakarta pernah berada di peringkat 188.
Perlu diketahui, AQI merupakan indeks yang menggambarkan tingkat kualitas udara di suatu daerah.
AQI menghitung berdasarkan enam jenis polutan utama, yakni PM 2,5, PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida, dan ozon permukaan tanah. Rentang nilai dari AQI adalah 0 sampai 500.
Makin besar nilainya, maka makin tinggi tingkat polusi udara di wilayah tersebut.
Tak hanya Jakarta, wilayah Tangerang Selatan, termasuk BSD juga pernah berada di angka 178 US AQI alias tidak sehat.
Rumbai, Pekanbaru di angka 177. Palembang di angka 165, tidak sehat.
Baca: Ketua DPRD Sebut Formula E Sebagai Kampanye Penurunan Polusi di Jakarta
Sementara untuk kota besar lain seperti Surabaya dan Bandung, masing-masing berada di angka 123 dan 130 US AQI atau tidak sehat untuk kelompok sensitif.
Kondisi ini memaksa masyarakat harus menjaga kesehatannya, terutama dari ancaman ISPA.
Menurut dr Elvin Erick Gultom, praktisi kesehatan yang juga berpengalaman menangani kasus ISPA pada pekerja pertambangan menjelaskan, ISPA atau Infeksi Saluran Nafas Akut bisa disebabkan oleh paparan asap atau polusi udara.
“Udara yang berpolusi cenderung susah disaring, sehingga mudah masuk ke area mulut, tenggorokan serta paru- paru. Saluran nafas mengalami alergi,radang daninfeksi,” paparnya saat ditemui di kliniknya di kawasan Jakarta Pusat belum lama ini.
Elvin menjelaskan, bahaya ISPA bisa menyebabkan kesulitan bernafas secara akut.
"Jika tidak ditangani dengan baik dapat berakibat fatal seperti gagal nafas akibat paru-paru yang berhenti berfungsi, peningkatan kadar karbondioksida, bahkan gagal jantung,” tuturnya.
ISPA bisa terkena siapa saja, namun anak-anak dan lansialah yang paling retan karena daya tahan tubuh mereka yang lemah.
Baca: 274.502 Warga Sumsel Terserang ISPA Akibat Kebakaran hutan dan Lahan