News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Peneliti ILR Dukung Larangan Eks Koruptor Maju Dalam Pilkada

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Erwin Natasmoal

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mendukung usulan Bawaslu dan KPU agar dilakukan revisi terbatas Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Khususnya, revisi yang diusulkan adalah penambahan aturan terkait pelarangan pencalonan eks napi koruptor.

Pegiat antikorupsi ini menilai, sangat penting dilakukan pembatasan bagi eks koruptor maju dalam pilkada untuk menyehatkan demokrasi di Indonesia.

"Pembatasan itu sangat penting untuk menyehatkan demokrasi kita, dan mempercepat pemerataan pembangunan karena korupsi merupakan penyebab utama ketidakmerataan tersebut," ujar Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com, Rabu (28/8/2019).

Baca: Polisi Periksa 16 Saksi terkait Kasus Penyerangan Anggota Polsek Tlogowungu

Dia melihat, akan sulit terealisasi revisi UU Pilkada untuk memasukkan syarat larangan bagi eks koruptor ikut dalam kontestasi.

"Dalam waktu dekat, nampaknya akan sulit terealisasi," jelas Erwin Natosmal.

Meskipun demikian, ini lebih baik, dibandingkan sejumlah regulasi yang sedang dibahas seperti RUU KUHP dan lain-lain.

"Revisi RUU Pilkada ini lebih urgen bagi kepentingan publik yang lebih luas," ucapnya.

Bawaslu dan KPU Dorong Revisi UU Pilkada Agar Eks Koruptor Tak Ikut

Ketua Bawaslu Abhan menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Kedatangan Abhan untuk melaporkan kinerja Bawaslu dalam mengawasi Pemilu 2019 dan persiapan kontestasi Pilkada 2020.

Selain itu, kata Abhan, Bawaslu juga menyampaikan perlu dilakukan revisi terbatas.

Baca: Ratusan Petani di Pamekasan Bakar Tembakau Hasil Panenan

Ia mencontohkan yang perlu diperbaiki, seperti syarat pelarangan calon peserta Pilkada bagi seseorang berstatus mantan terpidana kasus korupsi agar diperkuat di dalam undang-undang.

"Tidak cukup dengan PKPU (Peraturan KPU), karena kalau PKPU nanti, norma undang-undangnya masih membolehkan, nanti jadi masalah kembali," ujarnya.

"Seperti pengalaman saat di Pileg tahun 2019, ketika PKPU mengatur napi koruptor, kemudian diuji di Mahkamah Agung dan ditolak. Itu jangan sampai terulang," sambung Abhan.

Menurutnya, hal tersebut diusulkan ke Presiden, dimana undang-undang yang harus direvisi terbatas maupun meyeluluruh yaitu terkait syarat peserta Pilkada pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

"Tadi kami melakukan usulan itu kepada pemerintah, dan kami juga menyerahkan naskah akademik atas usulan revisi UU 10 tahun 2016," ujar Abhan.

Baca: Munculnya Istri Pertama Pupung dan Terungkapnya Skenario Aulia Kesuma Bunuh Suami dan Anak Tiri

Di tempat berbeda, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menyakini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan segera mensahkan larangan eks koruptor maju dalam pilkada menjadi undang-undang.

Selain itu, Ketua KPU Arief Budiman berharap, baik pemerintah dan DPR juga dapat melakukan revisi dalam undang-undang pemilu.

Hal itu disampaikan, Arief usai bertemu wakil presiden RI, Jusuf Kalla, di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

"Untuk yang sekarang ya, untuk pilkada, kan kita belum pernah rapat resmi untuk membahas ini dengan DPR. Tetapi di dalam banyak forum kita diskusi mereka (DPR) setuju dengan substansi bahwa jangan lagi lah ada mantan terpidana korupsi untuk maju dalam pilkada," ujar Arief.

Meski demikian, ia menyerahkan kewenangan larangan itu dimasukan dalam UU sepenuhnya kepada Pemerintah dan DPR.

Baca: Ada Politisasi di Balik Pemindahan Ibu Kota? Ini Kata Pihak Istana

"Kewenangannya ada di Pemerintah dan DPR ya kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR. Tapi KPU kan sudah pernah menyampaikan ini sebenarnya. Baik kepada pemerintah dan DPR," jelasnya.

Menurut dia, subtansi keinginan KPU agar larangan eks.koruptor diundangkan adalah untuk menghindari adanya judicial review di Mahkamah Agung.

"Jadi mudah-mudahan. Apa lagi ada kejadian yang terakhir itu, mudah-mudahan untuk pilkada ini tidak dijudicial review, tidak dichallenge oleh para pihak," harapnya.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini