News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seputar Hukuman Kebiri di Mojokerto: Keluarga Maupun IDI Menolak Hingga Respon Kejaksaan Agung

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kakak tertua Muh Aris, Sobirin (20), saat ditemui wartawan di rumahnya di Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (27/8/2019)

TRIBUNNEWS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto telah menjatukan vonis hukuman tambahan berupa kebiri kimiawi kepada Terdakwa kasus pemerkosaan 9 anak, Muh Aris (20).

Menyikapi vonis hakim tersebut, pihak keluarga terpidana berharap agar anggota keluarganya, Muh Aris (20) dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ).

Baca: Ternyata Ini Alasan Natalius Pigai Tentang Keras Hukuman Kebiri, di ILC: Dengar Dulu, Kami Sampaikan

Sobirin (33), kakak tertua Aris mengatakan sejak masih anak-anak, adik bungsunya itu menunjukkan indikasi gangguan jiwa.

Aris kecil sering dikucilkan karena dianggap berperilaku yang tak lazim, seperti suka berbicara sendiri baik saat di jalan atau saat di rumah.

"Kelakuannya seperti anak kecil. Di lingkungan sini dia dikucilkan, tapi dia tidak pernah mengamuk karena takut sama saya," kata Sobirin, Selasa (27/8/2019).

Aris merupakan anak keempat dari pasangan Abdus Syukur (50) dan Askinah.

Askinah meninggal lima tahun lalu.

Baca: Menkes Dukung Vonis Hukuman Kebiri Kimia Predator Seks di Mojokerto

Kepada Kompas.com, Sobirin mengaku baru mengetahui adiknya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta, serta ditambah dengan hukuman kebiri kimia.

"Kasihan dia enggak tahu nanti akan bagaimana. Harapan saya sih dia bisa dirawat dan pikirannya dijernihkan. Kalau bisa dirawat di rumah sakit jiwa, supaya dia bisa normal," tuturnya.

Kuasa hukum terpidana ajukan PK

Hakim.(Getty/Independent) (Kompas.com/ (Getty/Independent))

Handoyo, kuasa hukum Muh Aris mengatakan pihaknya berencana mengajukan peninjauan kembali ( PK) ke Mahmakah Agung (MA).

Menurutnya, PK adalah upaya hukum satu-satunya mengingat vonis sudah inkrah di tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya.

"Peraturan pemerintah yang mengatur soal pelaksanaan teknis kebiri kimia itu belum ada sehingga hukuman tambahan tersebut harusnya tidak dapat diberikan kepada klien saya," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (27/8/2019).

Selain itu, Handoyo mengatakan hukum kebiri kini sampai saat ini belum ada di Indonesia sehingga tidak mungkin hukuman tersebut diterapkan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini