Kerusuhan kembali terjadi di Jayapura, Papua. Diketahui, massa melempar batu ke aparat hingga merusak mobil Dandim.
TRIBUNNEWS.COM - Kerusuhan kembali terjadi di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).
Kali ini, massa melempar batu ke aparat hingga mobil Dinas Dandim dirusak.
Kerusuhan tersebut merupakan aksi protesi susulan atas dugaan tindak rasisme di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya.
Dilansir Kompas.com, massa berkumpul di wilayah Expo Waena, Kota Jayapura, Kamis pagi.
Baca: Sosok Serda Rikson, Anggota TNI yang Gugur dalam Bentrok di Deiyai Papua
Baca: Polisi Tetapkan TS sebagai Tersangka Rasisme Mahasiswa Papua di Surabaya, 6 Orang Saksi Dicekal
Baca: Rusuh di Papua, Politikus PKS Minta Jokowi Bikin Kementerian Khusus Tangani Indonesia Timur
Massa sempat berbuat anarkis dengan melempar batu ke arah aparat.
Akibat aksi tersebut, mobil Dinas Dandim 1701/Jayapura Letkol Inf Johanis Parinussa megalami kerusakan.
"Iya betul, mobil dirusak, sekarang sudah dibawa ke bengkel," ujar Johanis Parinussa, saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
Sementara itu, Kasubag Humas Polres Jayapura Kota, Iptu Jahja Rumra membenarkan bila massa di Expo Waena sempat berbuat anarkis ke arah aparat.
"Tadi mereka sempat lempar truk polisi tapi mereka sudah minta maaf dan situasi kembali normal lagi. Kordinator massa masih komunikatif dengan aparat," kata dia.
Jahja membenarkan bila masih ada kelompok massa lainnya yang bergerak dai arah Sentani, Kabupaten Jayapura, dan akan bergabung dengan massa lain yang ada di Waena.
"Informasinya dari Sentani mau bergabung," ujarĀ Jahja.
Terkait jumlah massa, Jahja memperkirakan sudah ada sekitar 500 orang yang berkumpul di Waena.
Sebanyak 500 personel TNI-Polri bersiaga di tempat kejadian.
Akibat berkumpulnya massa tersebut, akses jalan menuju Jayapura-Sentani terputus.
Sementara itu, tidak ada akses jalan lainnya yang bisa dilalui oleh masyarakat.
Kerusuhan di Deiyai Papua
Sebelumnya, kerusuhan disertai kontak senjata terjadi di wilayah Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019).
Kerusuhan di Deiyai, Papua berawal dari aksi unjuk rasa yang diikuti sekitar 150 orang di halaman kantor Bupati Deiyai.
Massa yang mengikuti aksi meminta Bupati Deiyai menandatangani persetujuan referendum.
"Di Deiyai terkait masalah unjuk rasa yang dilakukan kelompok masyarakat, kurang lebih berjumlah 150 orang, menuntut bupati menandatangani persetujuan referendum,"ujar Dedi ketika ditemui di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Rabu.
Kemudian, saat aparat sedang bernegosiasi dengan massa, sekitar seribu orang tiba-tiba datang ke lokasi dari segala penjuru.
Massa yang baru datang sambil menarikan tarian adat perang.
Mereka juga membawa senjata tajam serta anak panah.
Lantas, mereka menyerang aparat TNI-Polri.
Berikut fakta-fakta mengenai kerusuhan di Deiyai, Papua, dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber :
1. Dua masyarakat sipil menjadi korban
Sebelumnya, sempat tersiar kabar bahwa terdapat enam warga sipil yang menjadi korban dari peristiwa tersebut.
Namun, polisi mengatakan bahwa informasi tersebut belum dipastikan kebenarannya.
Belakangan, polisi kemudian menegaskan bahwa warga sipil yang menjadi korban meninggal dunia sebanyak dua orang.
Satu korban meninggal karena luka tembak, sementara seorang lainnya terkena anak panah.
"Satu orang massa kena tembakan di kaki dan meninggal dunia di RS Enarotali. Satu orang massa meninggal dunia kena panah di perut di halaman Kantor Bupati Deiyai," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Rabu, (28/8/2019).
2. Enam aparat TNI-Polri ikut menjadi korban
Tak hanya warga sipil, aparat TNI-Polri turut menjadi korban.
Tercatat sebanyak 2 anggota TNI dan 4 personel Polri ikut terdampak.
Dedi mengungkapkan, satu di antara personel TNI tersebut, yang bernama Serda Rikson, meninggal dunia.
Kemudian, lima anggota lainnya mengalami luka akibat terkena anak panah.
"1 personel TNI meninggal dunia, 1 personel TNI terkena panah, 1 personel Brimob kena panah, 3 personel Samapta Polres Paniai kena panah," tutur Dedi.
Selanjutnya, jenazah Serda Rikson segera dievakuasi ke Nabire melalui jalur darat.
Seluruh korban sudah dilarikan ke Rumah Sakit Enarotali untuk mendapat perawatan.
3. Diduga rampas senjata api milik TNI
Menurut keterangan polisi, massa yang menyerang juga melakukan penembakan ke arah aparat.
Kapolda Papua Irjen Pol Rudolph A. Rodja mengungkapkan, massa telah merampas senjata api milik TNI dalam aksi itu.
"Massa merampas sekitar 10 pucuk senpi sambil melakukan penembakan ke arah petugas TNI dan Polri yang sedang melakukan pengamanan unjuk rasa yang pada awalnya damai," kata Rudolph.
4. Penyerang diduga KKB
Polisi, kata Dedi, menduga bahwa pihak yang tiba-tiba menyusup merupakan kelompok kriminal bersenjata (KKB).
"Penyerangnya diduga terindikasi kelompok KKB," ungkap Dedi.
5. Situasi sudah kondusif
Hingga Rabu malam waktu setempat, polisi mengatakan bahwa situasi sudah kondusif.
Namun, aparat TNI-Polri bersama pemda terkait terus berkomunikasi dengan masyarakat setempat agar kejadian anarkis tidak terulang kembali.
"Saat ini situasi di Kabupaten Deiyai sudah aman dan kondusif, Bupati dan Forkopimda Deiyai, sedang melaksanakan rapat untuk mengimbau massa agar tidak melakukan aksi anarkis pasca unjuk rasa," kata Dedi.
6. Tanggapan Staf Kepresidenan
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebut ada dua kelompok yang menjadi provokator kerusuhan di Papua, termasuk di Deiyai.
Moeldoko mengatakan, dua kelompok tersebut sengaja memprovokasi warga Papua agar TNI dan Polri terpancing.
Hal ini disampaikan oleh Moeldoko saat ditemui Tribunnews di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Menurut Moeldoko, provokator masuk saat massa menggelar demonstrasi di Deiyai Rabu silam.
"Ya memang ada (provokator). Jadi sering saya katakan memang poros gerakan politiknya sedang masif, sekarang betul-betul sedang masif," ujar mantan Panglima TNI tersebut di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.
Moeldoko menjelaskan, terjadinya gejolak di Papua yang berlangsung hingga saat ini tidak terlepas dari peran dua kelompok di Papua.
Dua kelompok tersebut yaitu poros politik dan poros bersenjata yang melakukan pergerakan.
Kepala Staf Kepresidenan itu menganggap, dua kelompok itu sekarang sudah sulit menghasut masyarakat Papua setelah pemerintah membangun berbagai infrastrutur.
"Pembangunan yang masif di Papua itu maka kecemasan yang dihadapi oleh mereka (dua poros) adalah dia tidak bisa lagi membohongi rakyat," ujar Moeldoko.
"Dia tidak bisa lagi membohongi dunia luar bahwa Papua itu begini, begini," lanjutnya.
Dia menambahkan, penanganan aparat kepolisian dan TNI akan dilakukan secara terukur dan tidak secara emosional.
Hal ini akan menghindari munculnya tindakan atau perilaku yang tidak terkontrol.
"Karena kalau kita ikut larut dalam emosi, maka langkah tindakan menjadi tidak terkontrol," terang Moeldoko.
Moeldoko menyebut, warga Papua sengaja diprovokasi agar TNI dan Polri terpancing.
"Memang sengaja diprovokasi untuk itu, tujuannya apa, agar kami melakukan tindakan," kata Moeldoko.
"Apalagi angkatan bersenjata seperti TNI atau Polri itu sangat diharapkan. Ada korban baru digulirkan," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia/Seno Tri Sulistiyono/Kompas.com/Devina Halim/Dhias Suwandi)