Beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan lokasi definitif ibu kota baru Republik Indonesia di Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara. Kementerian Pertanian bergerak cepat untuk mempersiapkan kawasan pangan untuk ibu kota dan sekitarnya.
Mentan Amran Sulaiman telah menyiapkan strategi pengembangan kawasan penyangga mandiri pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur. Amran menegaskan mimpi besarnya nanti yakni membangun Ibu Kota baru tanpa impor pangan, sebab pangan dapat diproduksi masyarakat Kalimantan Timur sendiri.
Menurut Amran, hal ini dapat diwujudkan karena Kementan sejak awal telah menyiapkan 500 juta pohon bibit tanaman perkebunan yang akan menelan anggaran Rp 10 triliun. Bahkan tahun 2018, bantuan bibit hortikultura yang telah diberikan sekitar 30 sampai 50 ribu, dan ditingkatkan 100 ribu pohon per tahun.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, saat melakukan kunjungan lapang ke sentra produksi hortikultura di Kecamatan Manggar Kota Balikpapan, Sabtu (31/8), memastikan daerah Kalimantan Timur berpotensi untuk pengembangan berbagai jenis komoditas hortikultura.
"Sebagai contoh, cabai rawit dan bawang merah ternyata dapat tumbuh baik di sini. Pepaya apalagi, sudah tumbuh berkembang sejak lama. Kami cek langsung, jenis tanah regosol di sini sangat cocok untuk aneka sayuran dan buah-buahan. Ke depan, Ditjen Hortikultura bersama dinas dan instansi terkait akan mengembangkan dengan skala lebih besar agar nantinya kebutuhan dapat dipenuhi dari Kaltim sendiri," ujar Prihasto.
Prihasto bahkan menjelaskan bawang merah biji atau _True Shallot Seeds_ (TSS) bisa tumbuh optimal di Kota Balikpapan. Ini merupakan harapan baru mengingat selama ini Kaltim masih memasok bawang dari Sulawesi dan Jawa.
"Ke depan akan kita upayakan Kaltim bisa mandiri bawang. Kita petakan wilayah mana saja yang berpotensi untuk budidaya komoditas hortikultura. Kita sudah hitung kebutuhan cabai, bawang dan buah-buahan untuk wilayah Kaltim, termasuk proyeksi migrasi penduduk ke ibukota baru yang diperkirakan mencapai 1,5 juta jiwa," ujar Dirjen yang biasa dipanggil Anton ini.
Menurut Anton, setidaknya perlu 2.600 hektare lahan untuk cabai dan 2.400 hektare untuk bawang merah terutama pada saat ibukota baru resmi beroperasi tahun 2024 nanti.
"Tentu kita harus atur sedemikian rupa agar kawasan produksi di sekitar ibu kota berproduks secara kontinu. Kita optimalkan dulu lahan dan SDM yang ada di Kaltim. Bisa saja pengembangannya nanti melebar ke provinsi sekitarnya, namun harus tetap terencana dan terkendali," terangnya.
Anton menambahkan salah satu yang menjadi kendalanya adalah tingginya biaya tenaga kerja. Mekanisasi pertanian menjadi pengungkit bergeraknya pertanian sesegera mungkin.
"Lahan di sini relatif datar. Untuk mendorong peningkatan luas tanam dan produksi perlu menggalakkan mekanisasi. Pelatihan-pelatihan mekanisasi pertanian untuk petani di Kaltim perlu disegerakan," imbuhnya.
Di tempat yang sama, Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi, menyebut pihaknya akan menata dan memperluas kawasan buah-buahan untuk memasok kebutuhan calon ibu kota baru ini.
"Yang sekarang sudah berkembang di antaranya jeruk dan alpukat di PPU, pisang di Kutai Timur, pepaya di Balikpapan. Sementara Kabupaten Kutai Kartanegara sudah berkembang kelengkeng, buah naga, nanas, manggis dan buah khas lokal mirip durian yaitu lay. Selain di Kukar, lay juga banyak dikembangkan di Berau," kata Liferdi.
Tahun 2019 ini, kata Liferdi, Ditjen Hortikultura mengalokasikan kegiatan pengembangan kawasan jeruk di Kabupaten PPU seluas 50 hektare dan 20 hektare di Kabupaten Kutai Kertanegara. Tahun 2020 luasannya akan makin meningkat sesuai skala ekonomi.
"Untuk Jeruk di Kabupaten Paser kami alokasikan 200 hektare dan pisang di Kutai Timur seluas 250 hektare. Dengan skala ekonomi tersebut kami harapkan pasokan buah bisa lebih kontinu, bahkan tak menutup kemungkinan bisa ekspor ke negara tetangga," jelas Liferdi
Musiran (67), petani pepaya asal Kota Balikpapan mengaku senang mendengar rencana pemerintah mengembangkan pertanian di wilayahnya. Dirinya bersama para petani siap mendukung pengembangan buah-buahan terutama pepaya.
"Berbagai jenis pepaya mulai dari jenis Thailand, Callina hingga Mini Hawai saya tanam. Harganya lumayan bagus. Untuk Thailand mencapai Rp 8 - 10 ribu per kg. Modal per pohon dari tanam hingga panen pertama hanya Rp 50 ribu per batang. Produksi per pohon dari panen pertama hingga akhir bisa mencapai 200 kg. Rata - rata harga jualnya Rp 5 ribu. Per pohon bisa menghasilkan Rp 1 juta. Ini sangat menguntungkan," ujarnya senang.
Petani lain, Syarif Siregar, yang saat ini mengembangkan cabai dan bawang merah, ikut mengapresiasi rencana pengembangan hortikultura di Kaltim. Dirinya berharap agar daya saing harga turut menjadi bahan perhatian pemerintah.
"Soalnya selama ini Sulawesi dan Jawa rutin memasok Kaltim dengan harga yang kadang lebih murah dibanding hasil lokal. Bayangkan ongkos tenaga kerja harian di sini mencapai Rp 150 - 165 ribu per orang. Sistem pengairan juga belum tertata bagus. Sangat dibutuhkan dukungan mekanisasi untuk meringankan biaya produksi di sini," pungkas pria Batak yang akrab dipanggil Yola itu.(*)