TRIBUNNEWS.COM - Rumah sakit, industri, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian lain selain BATAN, tergolong sebagai pengguna nuklir terbanyak.
Kepala Badan Pengawasan Tenaga Nuklir (BAPETEN), Jazi Eko Istiyanto menerangkan keselamatan nuklir berkaitan erat dengan persoalan-persoalan tingkat radiasi, bahan dan ketebalan dinding, bungkusan transportasi zat radioaktif, kalibrasi alat, faulty design dan yang lainnya.
Menurutnya untuk saat ini, tantangan utama dari teknologi nuklir yakni radiasi nuklir tidak kasat mata.
Oleh karenanya, diperlukan banyak detektor nuklir untuk bisa mendeteksi keberadaan, tingkat radiasi dan identifikasi sumber radiasi.
"Detektor nuklir genggam saat ini sudah mampu dengan cepat menunjukkan asal radiasi. Semisal Cs-133 dengan tingkat radiasi 0,3 mikroSievert. Sangat berbeda dengan detektor nuklir pada tahun 1984 pada saat saya kuliah dulu," ungkapnya dalam dalam Dies Natalis ke 55 FMIPA UNY pada Senin (2/9/2019).
Jazi mengungkapkan, untuk memudahkan monitoring radiasi agar segera terdeteksi, BAPETEN telah/akan memasang detektor nuklir lingkungan RDMS (Radiation Data Monitoring System) di 116 stasiun BMKG yang tersebar di seluruh Indonesia.
Baca: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir terapung pertama Rusia berlayar melintasi Kutub Utara
Untuk saat ini sistem yang sudah terpasang ada sebanyak lima RDMS, dan ditargetkan di akhir tahun ada tambahan sebanyak 15 RDMS.
"Sistem ini sudah terhubung ke IRMIS (International Radiation Monitoring Information System) yang berbasis GIS (Geographic Information Systems), sehingga mempermudah monitoring radiasi, dan setiap lonjakan radiasi dapat segera terdeteksi," ungkapnya.
Selain itu, untuk mencegah adanya penyelundupan nuklir, di beberapa pelabuhan laut telah dilakukan terpasang RPM (Radiation Portal Monitor) yang memberikan notifikasi ke BAPETEN bila ada impor/ekspor nuklir tidak berijin.
"Memang baru ada 6 RPM, tetapi untuk menjembatani adanya gan, BAPETEN telah berkoordinasi dengan BAKAMLA (Badan Keamanan Laut) yang secara intensif melakukan latihan pengamanan perairan Indonesia dari penyelundupan nuklir," ungkapnya.
Sutrisna Wibawa, Rektor UNY menjelaskan UNY sendiri tidaklah alergi dalam memanfaatkan sumber energi, termasuk juga nuklir.
Baca: Oesman Sapta Dukung Indonesia Memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Namun dalam pemanfaatannya agar tidak menimbulkan dampak, dilakukan pengkajian mendalam terlebih dahulu.
"Sumber energi dari berbagai hal. Nuklir itu salah satu alternatif. MIPA juga ada mata kuliah tentang itu. Kita tidak alergi untuk bisa memanfaatkan semua sumber energi. Yang penting secara akademik dikaji dari sisi keamanan, dari sisi keberlaksanaan sehingga tidak menimbulkan dampak," tutupnya pada Tribunjogja.com. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Radiasi Nuklir Tidak Kasat Mata Jadi Tantangan Utama, https://jogja.tribunnews.com/2019/09/02/radiasi-nuklir-tidak-kasat-mata-jadi-tantangan-utama.