TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan permasalahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang acap mengalami defisit setiap tahunnya.
Hal itu disampaikan Menkeu dalam Rapat Kerja Penetapan Postur Sementara RUU APBN 2020 berdasarkan hasil Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan di kompleks parlemen, Jumat (6/9/2019).
“Masalah data BPJS sudah dibahas di Komisi VII dan XI DPR yang saat ini dilakukan cleansing. Mengenai siapa yang harus eligable di 96,6 juta peserta bantuan iuran (PBI) pusat dan 37,3 juta di PBI daerah. Ini Kemensos yang menjadi leading sektornya,” ucap Menkeu.
Menkeu menuturkan jumlah komposisi penerima bantuan iuran akan mengikuti hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Jadi kami sudah minta BPKP sebagai audit terhadap kepesertaan dan memunculkan ada 27 juta yang harus dibersihkan dan dimasukkan sesuai dengan target,” paparnya.
Menkeu meminta kerjasama Kemensos dan Pemerintah daerah agar target untuk masyarakat yang membutuhkan jumlahnya dimaksimalkan ke kelompok miskin dan mengurangi jumlah kelompok near poor (agak miskin).
Hal ini guna menciptakan universal health coverage dan agar target dari kepesertaan itu betul-betul bagi mereka yang membutuhkan.
“Ini memang by design, karena kalau kita ingin membuat universal health coverage,” papar Sri Mulyani.
Menkeu menjelaskan 150 juta jiwa penduduk ditanggung oleh pemerintah, baik, pusat dan daerah dalam sektor kesehatan.
Karenanya dalam mendesain APBN, pemerintah tidak dapat sendirian, maka dibutuhkan kedisiplinan dari masyarakat.
"Kami ingin sampaikan kepada anggota dewan bahwa APBN itu selalu hadir untuk masyarakat miskin, namun untuk masyarakat memiliki pendapatan memadai, mereka harus ikut urunan,” ucap Menkeu.
Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan dua kali lipat mulai 1 Januari 2020.
Pemerintah tinggal menunggu payung hukumnya berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Sementara itu iuran kelas III rencananya naik dari Rp 25.500 jadi Rp 42.000 per bulan.
Namun kenaikan iuran kelas III belum bisa dipastikan karena ditolak DPR RI.