News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

Soal Revisi UU KPK, Kantor Staf Presiden : Tidak Perlu Khawatir

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim mengemas barang-barangnya, di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2012). Masa jabatan para Komisioner Komnas HAM akan berakhir pada 30 Agustus 2012. Meskipun Komnas HAM telah memberikan 30 nama calon komisioner Komnas HAM yang lolos seleksi kepada DPR, namun hingga sekarang DPR belum melakukan uji kelayakan untuk menyaring nama-nama tersebut menjadi 15 nama. KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Ifdhal Kasim mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir dengan revisi Undang-Undang KPK yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

"Menurut saya, kalau kita mengerti tata cara proses pembahasan undang-undang di DPR, harusnya kekhawatiran itu tidak diperlukan karena pemerintah sendiri belum merespons, belum memberi pandangan umum," ujar Ifdhal di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Menurutnya, revisi UU KPK yang merupakan inisiatif dari DPR tentunya harus meminta tanggapan pemerintah dan jika disetujui maka ditindaklanjuti dengan membuat panitia kerja atau panitia khusus. 

"Bukan berarti harus diketok, karena itu harus ada pendapat pemerintah juga terhadap RUU inisiatif DPR," tutur Ifdhal. 

Ia menjelaskan, revisi UU KPK sebenarnya sudah lama direncanakan oleh DPR, bahkan sebelum periode saat ini dan nantinya pun perlu dibahas daftar inventaris masalah (DIM). 

Baca: Fakta-fakta Aulia Sudah Berkali-kali Akan Habisi Sang Suami, Hingga Pembunuh Bayaran Tak tega

Baca: Cerita Horor KKN di Desa Penari, Benarkah Ini Foto Bima yang Tewas? Sang Penulis Langsung Bereaksi

"Jadi itu masih jauh. Presiden juga belum menemukan naskahnya," ucapnya. 

Diketahui, seluruh fraksi tanpa terkecuali menyetujui revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).

Dalam rapat paripurna yang hanya berlangsung sekitar 15 menit itu fraksi-fraksi memberikan pandangannya tentang RUU KPK secara tertulis.

“Sepuluh fraksi telah menyampaikan pandangannya secara tertulis. Selanjutnya pendapat fraksi terhadap RUU usul Badan Legislasi DPR RI tentang perubahan kedua UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dapat disetujui sebagai usul DPR RI?” tanya Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto sebagai pimpinan sidang terhadap peserta rapat paripurna yang berjumlah sekitar 67.

“Setuju!” jawab peserta rapat paripurna secara bersemangat.

Utut mengatakan pembahasan RUU KPK tersebut akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku.

Setelah ini RUU KPK sebagai usul dari DPR RI disampaikan dan dibahas bersama pemerintah kemudian dibawa lagi ke paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang.

Ada enam poin revisi UU KPK yang dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI.

Yang pertama kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Meskipun KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen. Pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk kepada peraturan perundang- undangan di bidang aparatur sipil negara.

Kedua KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun pelaksanaan penyadapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.

Ketiga KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.

Keempat di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.

Kelima KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah 5 (lima) orang. Dewan Pengawas KPK tersebut, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh organ pelaksana pengawas.

Dan keenam KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini