Kata Abraham Samad
Sebelumnya, mantan Ketua KPK, Abraham Samad ikut buka suara terkait UU KPK yang disetujui oleh Anggota DPR.
Dalam akun Twitter miliknya, Abraham Samad pun menyoroti adanya tiga poin yang dikhawatirkan membahayakan bagi lembaga antirasuah ini.
Baca: Emosi Kritik Pejabat yang Tak Berani Lawan KPK, Fahri Hamzah: Pengecut Semua dari Atas Sampai Bawah!
Baca: Di ILC, Karni Ilyas Akui Kaget Lihat Saut Situmorang Berapi-api Tolak Revisi UU KPK: Keras Juga Ini
Poin pertama, bila KPK berada di bawah eksekutif, maka KPK akan bekerja mengikuti program-program eksekutif.
Misalnya kementerian atau badan yang berada di bawah di bawah kekuasan eksekutif.
Pada situasi ini, kata Abraham Samad, KPK akan mengalami konflik kepentingan dengan agenda pemerintah yang rentan praktik tipikor.
Padahal, independensi merupakan syarat mutlak sebuah lembaga antikorupsi.
"Kalau di bawah eksekutif, status independensi itu otomatis hilang," tulis Abraham Samad.
Poin kedua yang disoroti Abraham Samad, soal urusan penyadapan.
Menurut Abraham Samad, kegiatan penyadapan yang harus seizin Dewan Pengawas akan melumpuhkan sistem kolektif kolegial Pimpinan KPK.
"Kolektif kolegial 5 Pimpinan KPK itu adalah bagian dari prinsip saling mengawasi," kata dia.
Kemudian, Abraham Samad menjelaskan dalam UU KPK, pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut, sedangkan Dewan Pengawas bukan.
Baca: Saat Wakil Ketua KPK Ancam Karni Ilyas Jika Tak Setujui Ucapannya di ILC: Kalau Gak, Gue Tutup Nih?
Baca: Bicarakan Revisi UU KPK, Saut Situmorang: Draft yang Diberikan Itu Tidak Bisa Kami Terima
Ia menilai, bila izin penyadapan harus melibatkan Dewan Pengawas maka akan menyalahi hukum acara.
"Dewan Pengawas tidak punya kewenangan itu. Ini abuse," lanjut Abraham Samad.