TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengungkapkan kekecewaannya atas sikap DPR yang ngotot merevisi UU nomor 30/2002 tentang KPK.
Dalam draf revisi tersebut, DPR lebih banyak menyoroti soal kewenangan KPK dalam bidang penindakan KPK.
Bahkan, terdapat sejumlah poin yang dinilai melemahkan atau bahkan mengamputasi kewenangan KPK untuk menindak korupsi.
Baca: KPK Mau Dilemahkan? Pimpinan KPK: Perancis Saja Contoh KPK Indonesia
Laode mengaku kecewa karena DPR seolah menilai KPK hanya fokus pada penindakan.
Padahal, katanya banyak upaya yang sudah dilakukan KPK untuk mencegah korupsi dengan potensi keuangan negara yang diselamatkan jauh lebih besar ketimbang dari bidang penindakan.
"Saya terus terang saya juga agak kecewa kalau dianggap KPK itu tidak melakukan pencegahan, bahkan menurut saya banyak sekali uang yang diselamatkan KPK itu dari pencegahan dibanding dari penindakan," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Laode mencontohkan, KPK membantu PT Kereta Api Indonesia, TNI menginventarisasi dan menyelamatkan aset-asetnya yang bernilai triliunan rupiah.
KPK juga disebutnya membantu Pemprov DKI meningkatkan Pendapatan Aset Daerah (PAD) melalui penataan iklan.
"Jumlahnya gila. Banyak sekali dan triliunan nilainya itu. Wah itu tidak dianggap sebagai pencegahan," katanya.
Kata Laode, KPK juga menjadi penggerak Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA).
Melalui gerakan ini, KPK bersama sejumlah lembaga dan kementerian menata puluhan ribu Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang selama ini tidak clear and clean dan bahkan mengemplang pajak.
"Kita temukan lebih 6.000 konsesi itu ternyata tidak ada izinnya dan tidak bayar pajak itu kita selamatkan, Oh dianggap juga tidak melakukan pencegahan," ungkapnya.
Laode menegaskan berbagai upaya pencegahan yang dilakukan KPK tidak akan berdampak apapun tanpa komitmen dari seluruh pihak, termasuk DPR.
Tanpa komitmen semua pihak, korupsi akan terus terjadi dan KPK sebagai penegak hukum tak mungkin mengabaikan tindak pidana luar biasa tersebut terjadi.
"Pencegahan itu tidak boleh dilakukan oleh KPK sendiri. Pencegahan itu kita harus ramai-ramai kalau misalnya di parlemen maka kita sama-sama untuk mencegahnya, di eksekutif kita juga sama-sama selama dimintai pasti kita dengan senang hati untuk itu. Saya pikir yang seharusnya lebih difokuskan bahwa Parlemen harus menjaga betul-betul rambu-rambu agar tidak ada lagi terjadi tindak pidana korupsi di sana," ujarnya.