Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di bulan Juli lalu telah memprediksi hampir seluruh wilayah di Indonesia akan memasuki puncak musim kemarau pada bulan Agustus dan dampak kemarau akan dirasakan di bulan September.
"Terlihat bahwa seluruh wilayah Indonesia seperti prediksi sebelumnya memasuki musim kemarau" ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Baca: Suhu Panas, Udara Kering Saat Kemarau, Waspada Diare Hingga Parkinson, Dampaknya Bisa ke Otak
Dampak kemarau panjang, kata Dwikorita Karnawati, salah satunya Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
Dwikorita berujar, berbagai upaya persiapan dan mitigasi dilakukan oleh badan terkait untuk mencegah awalnya kekeringan, kekurangan air, dan tentunya kebakaran.
"Namun persoalannya adalah, sejak bulan Juli hingga hari ini langit di Indonesia itu bersih, hampir tidak ada awan" ujarnya
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan bibit-bibit awan di beberapa wilayah terdampak kemarau panjang hampir tidak ada.
Sehingga, lanjutnya, BMKG harus menunggu munculnya bibit-bibit awan.
"Syukur belakangan ini sudah mulai muncul bibit-bibit awan dan terakhir kemaren pukul 22.00 itu BMKG mendeteksi awan hujan mulai muncul" ujarnya
Terkait hal ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) siap siaga untuk menembakan garam untuk membuat hujan buatan di beberapa titik panas di Indonesia.
"Kita lihat potensi pertumbuhan awan saat ini terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Utara, Papua Barat dan Papua" ujar Dwikorita
Dari beberapa daerah tersebut yang terjadi banyak kebakaran hutan dan lahan adalah provinsi Riau.
Baca: BMKG: Asap Pekanbaru Menyentuh Ambang Batas
Kepala BMKG berharap kesiapsiagaan pemerintah untuk menanggulangi kekeringan dan kebakaran memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia.
"Jadi, semoga penembakan awan yang dilakukan hari ini berhasil" ujar Dwikorita.