News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pasar Keuangan Dalam Negeri Masih akan Digerakkan Sentimen Eksternal Perang AS-Tiongkok

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi perang dagang AS-Tiongkok

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Danareksa Research Institute menilai pasar keuangan dalam negeri masih akan digerakkan sentimen eksternal kecamuk perang dagang Amerika Serikat dan China, kenaikan harga komoditas safe haven, dan keputusan bank sentral AS (Federal Reserve) soal suku bunga.

Moekti Prasetiani, Head of Danareksa Research Institute, mengatakan perang dagang AS - China masih terus berlanjut.  

Mulai 1 September lalu, AS menaikkan tarif impor 15% untuk barang-barang China senilai US$ 112 miliar, seperti alas kaki, tekstil dan produk elektronik.

Sebagai balasan, China kemudian mengenakan tarif impor 5-25% untuk mobil dan suku cadang, kedelai dan lainnya yang masuk dari AS.

Presiden AS Donald Trump dalam kaitan dengan masa kampanyenya, mengedepankan isu nasionalisme bahwa China lah yang membuat ekonomi AS memburuk.

Dengan adanya peningkatan tarif impor produk China, maka pendapatan AS dapat meningkat, yang kemudian digunakan untuk subsidi petani kedelai dan gandum  sebagai kompensasi atas dihentikannya impor produk pertanian AS ke China.

Perang dagang AS-China ini menyebabkan melambatnya perekonomian dunia, namun tidak akan menjadikan resesi global, sebagaimana juga diutarakan beberapa ekonom global.

Baca: Vaping Mengubah Total Hidup Remaja Cantik 18 Tahun Ini, Curhatnya Soal Rokok Elektronik Viral

Pertumbuhan ekonomi China pada kuartal 2 tahun 2019 mengalami penurunan, terendah dalam 27 tahun terakhir.

Namun, stimulus yang diberikan pemerintah China, berhasil mempertahankan output retail sales dan investasi.

Sementara itu, Consumer (dan Business) Confidence Index (di AS) yang erat kaitannya dengan saham dan ekonomi, mengalami penurunan di Juli 2019 lalu.

“Di sisi lain, pelaku pasar juga perlu mencermati harga komoditas yang mulai naik. Selain batubara dan tembaga (copper), semua komoditas termasuk emas, minyak sawit (crude palm oil/CPO) dan karet sudah mengalami pemulihan atau recovery sejakJuli 2019. Khususnya emas yang bersama US Treasury (surat utang AS) dan Japan Treasury (surat utang Jepang), merupakan instrument safe haven (asset aman) di keuangan global.” katanya dalam keterangan pers, Senin (16/9/2019).

Harga emas dunia saat ini masih berada di rentang perdagangan US$ 1.503 per troy ounce yang terus meningkat di tengah ketidakpastian global.

Kenaikan harga emas dunia ini pun menaikkan harga emas dalam negeri yakni emas Antam ke level tertinggi Rp 726.000/gram pada 4 September lalu.

Baca: Tak Biasa, Semasa Hidup BJ Habibie Renang 2 Jam Sambil Baca Surat, Mengaku Suka Musik Klasik

Hal ini juga berdampak pada inflasi Agustus 2019 – dengan meningkatnya harga emas dan perhiasan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini