TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas Perempuan menilai sekurangnya ada enam pasal dalam RKUHP yang jika diimplementasikan akan menimbulkan overkriminalisasi terhadap kelompok rentan, dalam hal ini anak, perempuan, kelompok miskin, orang dengan disabilitas, masyarakat hukum adat, penghayat kepercayaan, dan sebagainya.
Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 2 ayat (1) dan (2) tentang Hukum yang Hidup di Masyarakat, Pasal 412 tentang Kesusilaan di Muka Umum, Pasal 414-416 tentang Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan, Pasal 419 tentang Hidup Bersama, Pasal 470-472 tentang Pengguguran Kandungan, dan pasal 467 tentang Larangan seorang Ibu melakukan perampasan nyawa terhadap anak yang baru dilahirkan (Infantisida).
Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu menilai rumusan pasal-pasal RKUHP tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Negara Republik Indonesia.
Padahal menurutnya jaminan perlindungan dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum telah ditegaskan, dan perlindungan atas ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia, telah dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Ia juga menilai pasal-pasal bermasalah dalam RUU KUHP tersebut juga telah menghilangkan hak konstitusional perempuan untuk bebas dari perlakuan yang diskriminatif.
Baca: Polri: KKB Aceh Ternyata DPO, Sering Merampok, hingga Sebar Pesan Tak Sejalan NKRI
"Untuk itu Komnas Perempuan meminta kepada Presiden dan DPR RI, agar menunda pengesahan RKUHP dan mengadakan penelitian lebih komprehensif pada setiap pasal yang berpotensi mengkriminalkan perempuan, kelompok rentan dan mengebiri demokrasi," kata Azriana ketika dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (20/9/2019).
Komnas Perempuan juga meminta Presiden dan DPR RI membuka ruang dialog publik yang komprehensif dan kondusif sebelum melangsungkan rapat paripurna, mengingat RKUHP ditujukan untuk memberi manfaat bagi masyarakat dan bukan untuk menimbulkan permasalahan baru termasuk overkriminalisasi dan peminggiran kelompok rentan.
Komnas Perempuan juga meminta Presiden dan DPR RI memastikan tujuan pengaturan hukum pidana memberikan kesejahteraan dan pelindungan pada seluruh rakyat Indonesia terutama perempuan dan kelompok rentan lainnya.
Komnas perempuan jugan meminta Presiden dan DPR RI mendengarkan masukan-masukan prinsipil dari lembaga HAM dan melakukan perbaikan-perbaikan pada draft RKUHP sebagaimana yang disarankan.
"Mengabaikan masukan berdasarkan prinsip-prinsip HAM, adalah bentuk gugurnya keadilan dan berpotensi menempatkan negara secara aktif melakukan pelanggaran HAM melalui peraturan perundang-undangan," kata Azriana.