TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membeberkan fakta suasana di dalam internal lembaga antirasuah pasca pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh DPR dalam rapat paripurna Selasa pekan ini.
Laode menganalogikan KPK sebagai rumah yang dititipkan kepada seluruh pegawai termasuk komisioner, seperti dirinya.
Namun, DPR bersama pemerintah berusaha merenovasi rumah tersebut tanpa sepengetahuan si pemilik rumah.
"Tiba-tiba orang di luar (DPR dan pemerintah) itu, 'oke ya rumah kamu saya renovasi', terus kita tanya, 'nanti renovasinya seperti apa?' Mereka lalu bilang, 'enggak ada masalah, nanti kita bikin renovasi, nanti tinggal di tempat yang baru'," tutur Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Karena pegawai maupun komisioner, seperti Laode, merasa tidak diajak serta dalam merenovasi rumah, dalam hal ini KPK. Kata Laode, baik dirinya maupun pegawai KPK merasa prosesnya janggal.
Akibatnya, Laode berujar, hampir seluruh pegawai KPK banyak yang menangis karena perubahan dan pengesahan Revisi UU KPK terkesan diburu-buru dan ditutup-tutupi.
Baca: Aksi Ratusan Mahasiswa Minta DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU KPK
"Pada saat yang sama, karyawan KPK agak gloomy dan terus terang banyak yang menangis karena tiba-tiba rumahnya berubah secara fundamental tanpa menanyakan kepada kami yang di sini," Laode menceritakan.
Akan tetapi, meskipun hal tersebut sudah terlanjur kejadian. Laode beserta pegawai KPK lainnya tetap bekerja seperti biasanya.
"Kami ingin menjelaskan bahwa sampai hari ini kami tetap bekerja seperti biasa, proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan tetap berjalan, mudah-mudahan tidak ada kendala yang banyak," ujarnya.
Foto: (kiri-kanan) Indonesia Jentera School of Law Bivitri Susanti, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Amnesty International Indonesia Usman Hamid, dan Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko.