Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani mendorong pihak pengadilan untuk menagih denda ganti rugi kepada perusahaan pelaku karhutla.
Sejauh ini, kata Rasio Ridho pihaknya baru mendapatkan ganti rugi Rp 78 miliar dari nilai Rp 3,9 triliun setelah memenangkan gugatan perdata terhadap perusahaan-prusahaan penyebab Karhutla.
Dia mengaku pihaknya terus mendorong Pengadilan Negeri di setiap wilayah untuk bisa mengambil denda ganti rugi tersebut.
"Sekarang kami sedang mendorong ketua PN untuk melakukan eksekusi ini. Sudah ada langkah-langlah yang dilakukan pengadilan negeri untuk melakukan pemanggilan kepada beberapa perusahaan yang harus membayar ganti rugi itu," kata Rasio dalam acara Forum Merdeka Barat 9, di Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).
Baca: Munculnya noda hitam atau flek hitam pada wajah tidak bisa dihindari seiring pertambahan usia.
Baca: 318 Mahasiswa yang Terlibat Kerusuhan di Jayapura Diamankan, Ini Pernyataan Tegas Lukas Enembe
Rasio melanjutkan satu faktor lambannya pembayaran ganti rugi ialah karena pihak eksekutor dari Pengadilan Negeri belum punya pengalaman menanganinya.
"Pertanyaannya kok lamban? Kami katakan gugatan perdata baru dilakukan secara masif saat karhutla. Pihak eksekutor Pengadilan Negeri belum pengalaman. Sekarang kami sedang membangun kemampuan dari teman-teman yang terkait dengan proses eksekusi ini," tutur Rasio.
Rasio menambahkan semua upaya penagihan denda ada di tangan pengadilan, tidak bisa dilakukan oleh instansi lain.
Rasio menyatakan pihaknya tetap berkoordinasi dengan sejumlah pengadilan untuk mempercepat penagihan.
89 ribu hektare
Hutan dan lahan yang terbakar di sejumlah wilayah, baik Sumatera maupun Kalimantan mencapai 328.724 hektare.
Dari jumlah tersebut, 89 ribu hektar merupakan lahan gambut.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo menyebut lahan gambut yang terbakar banyak berada di provinsi Riau mencapai 40.500 hektare.
Kemudian disusul Kalimantan Tengah sekitar 24 ribu hektare dan sisanya tersebar di Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.