News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Demo Tolak RUU KUHP dan KPK

Demo di Gedung DPR, Mahasiswa Bentangkan Spanduk "Dewan Pengkhianat Rakyat"

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan Mahasiswa dari berbagai universitas kembali 'menggeruduk' Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi unjuk rasa mahasiswa kembali digelar di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019).

Mereka mengkritik sikap DPR dan pemerintah yang akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP).

“DPR ngawur karena mengesahkan Undang-Undang secara serba kilat, DPR mengkhianati kerja legislasi,” ujad Dino, perwakilan Mahasiswa UKI di Gedung DPR RI melalui mobil orator, Selasa (24/9/2019).

Ia menilai UU KPK dan RKUHP hanyalah kepentingan segelintir orang.

Sebab, sejumlah Undang-Undang yang dibahas DPR itu tanpa memperhatikan opini publik dan tak memerhatikan proses pembuatan Undang-Undang semestinya.

Baca: Demo Mahasiswa di DPRD Sulsel Ricuh, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Baca: Demo di Gedung DPR, Mahasiswa Bantah Hendak Gagalkan Pelantikan Jokowi sebagai Presiden

Dalam aksinya, perwakilan mahasiswa UKI, Trisakti, Paramadina, Universitas Trilogi, Indonesia Banking School, UNJ, Universitas Gajah Mada, Universitas Lampung, dan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, membawa spanduk dan poster yang menunjukkan penolakan terhadap RKUHP.

Bahkan, mereka membentangkan spanduk bertuliskan, “Dewan Pengkhianat Rakyat #Laksanakan Outing Class ke DPR atau MPR.”

Mereka juga mebentangkan spanduk dengan tulisan “Gajah Mada Menggugat Tuntaskan Reformasi" serta “Dewan Perampok Rakyat”.

Adapula spanduk "Dewan Pembohong Rakyat".

Massa yang menolak pengesahan RKUHP ini semakin banyak dan memenuhi jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Mereka secara bergantian menyampaikan orasinya di atas mobil komando.

Seperti diketahui, RKUHP menjadi perbincangan masyarakat karena terdapat sejumlah pasal kontroversial.

Mahasiswa telah menggelar aksi unjuk rasa sejak pekan lalu untuk menolak pengesahan RKUHP tersebut.

Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (Pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (Pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240-241).

Bantah gagalkan Jokowi

Sementara itu, Ketua Departemen Internal Aliansi Mahasiswa Jawa Barat, Wisnu Bayu Aji menegaskan mahasiswa yang datang dalam aksi ini tidak memiliki kepentingan politik, misalnya menggagagalkan pelantikan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2019.

"Kami dari Aliansi Mahasiswa Jawa Barat datang mengawal aksi bahwa aksi yang kami galangi ini aksi murni. Ini aksi yang memang riil (tak ada kepentingan politik)," ujar Bayu saat ditemui di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Selasa.

Baca: BREAKING NEWS: Mahasiswa Jebol Gerbang Kantor Gubernur Jateng

Baca: BREAKING NEWS: Mahasiswa di Palembang Libur Kuliah dan Turun ke Jalan, Gelar Aksi Demo Besar-besaran

Bayu mengatakan memilih sendiri mahasiswa yang ikut ke dalam aksi hari ini.

Ia memastikan, tak ada penyusup yang hadir dalam aksi ini.

"Setidaknya kita mengoordinir, kita sudah lima hari memastikan siapa saja yang berangkat. Dari beberapa kampus banyak yang mau ikut tapi kami filter lagi untuk datang ke sini," katanya.

Hal yang sama disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Manik Marganamahendra.

"Tidak ada tujuan kami melengserkan rezim maupun membatalkan pelantikan presiden wakil presiden," ucapnya.

Ia menilai adanya pengesahan UU KPK dan upaya mengubah RKUHP oleh DPR RI adalah bentuk upaya pelemahan hukum.

"Kami memastikan hari ini kalau pemerintah mencabut poin-poin RUU bermasalah," tambahnya.

Pernyataan Moeldoko

Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil jajarannya untuk membahas situasi terkini di berbagai daerah, khususnya Jakarta.

Presiden telah mendapatkan laporan rencana aksi unjuk rasa yang digelar di depan gedung DPR pada Selasa (24/9/2019).

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Presiden telah menginstruksikan aparat kepolisian dan TNI untuk mengantisipasi tindakan yang tidak diinginkan saat unjuk rasa berlangsung.

"Kebetulan ada Kapolda dan Pangdam Jaya semuanya diperintahkan untuk melakukan langkah-langkah yang proporsional," ujarnya.

Baca: Cerita Anggota Densus 88 Intai Terduga Teroris, Menyamar Jadi Warga Biasa dan Ikut Main Voli

Baca: Tak Hanya Mahasiswa, Petani Akan Ikut Demo di Gedung DPR Siang Ini

Rapat tersebut turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Kemudian nhadir juga Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kepala BIN Budi Gunawan, Pangdam Jaya Mayor Jenderal Eko Margiyono, dan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono.

Menurut Moeldoko, menjaga situasi keamanan disetiap daerah perlu dilakukan dengan baik, apalagi pada 20 Oktober 2019 akan berlangsung pelantikan Jokowi dan Mar'ruf Amin sebagai presiden-wakil presiden.

"Ya relatively bahwa situasi menang ada prioritas-prioritasnya, setidaknya sampai pelantikan berjalan dengan baik," tuturnya.

Mantan Panglima TNI itu menyebut pemerintah dan aparat keamanan melihat ada oknum yang berupaya membuat situasi keamanan tetap memanas dan berniat menghambat pelantikan.

"Ada yang mengharapkan seperti itu (menghambat pelantikan)," ucap Moeldoko.

Umumkan kabinet

Presiden Joko Widodo mengatakan, penyusunan nama-nama menteri untuk kabinet periode keduanya sudah selesai.

Pengumuman soal kabinet akan diumumkan secepatnya.

"Bisa Agustus, atau bisa juga Oktober saat pelantikan," katanya di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (14/8/2019), dalam pertemuan dan makan siang dengan sejumlah pimpinan redaksi media massa.

Jokowi mengungkapkan hal itu dalam suasana yang ringan, penuh canda, rileks, dan terbuka.

Tak hanya itu, ia juga mengungkap ada calon menteri yang usianya di bawah 35 tahun, bahkan di bawah 30 tahun.

Ketika ditanya apakah menteri tersebut berasal dari start up, Jokowi hanya tersenyum.

Ia tidak mengiyakan, tapi tidak juga menampik.

Jokowi menceritakan, ketika menyaring calon-calon menteri usia muda ini, banyak sekali nama yang masuk.

Baca: Usai Heboh Tanaman Bajakah untuk Obat Kanker, Pemerintah Diminta Amankan Habitatnya

"Tetapi saya mempertimbangkan kemampuan manajerialnya. Ada yang sangat percaya diri, tapi lemah manajerialnya," ujarnya.

Jokowi melanjutkan, menteri usia muda ini akan duduk di kementerian yang lama, bukan yang baru.

"Makanya dibutuhkan manajerial yang kuat," katanya.

Kementerian Baru

Baca: Enzo Allie Raih Skor Tinggi Usai Jalani Tes Tambahan, TNI AD Pilih Pertahankan Jadi Catar Akmil

Jokowi juga bakal menambah kementerian untuk kabinet keduanya, yaitu Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif serta Kabinet Investasi.

"Kita melihat perkembangan dunia yang begitu cepat dan pemerintah ingin merespon itu secara cepat maka ada kementerian-kementerian baru," kata Jokowi.

Baca: Diujicoba Pada Tikus yang Terpapar Sel Kanker, Peneliti Ini Kaget dengan Khasiat Kayu Bajakah

Jokowi menambahkan, presiden memiliki kewenangan untuk membentuk kabinet dan kementerian kecuali yang diatur undang-undang. Kementerian yang tidak bisa ditiadakan itu adalah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

"Selebihnya bisa diatur dengan perpres," ujar Jokowi. Lebih lanjut ia mengatakan, Kemenlu akan diikutsertakan perannya terkait dengan ekspor.

Penulis : Wisnu Nugroho
Artikel ini sebagian tayang di Kompas.com dengan judul Soal Pengumuman Kabinet, Jokowi: Bisa Agustus, Bisa Oktober saat Pelantikan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini