TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Panita Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) Bobby Adhityo Rizaldi menilai kehadiran RUU KKS sangat mendesak.
Karena banyak serangan siber kini terjadi di tanah air, bahkan itu dialami lembaga negara.
"Sangat urgent, karena banyak serangan siber terjadi. Baru-baru ini di lembaga negara," ujar politikus Golkar ini kepada Tribunnews.com, Kamis (26/9/2019).
Namun RUU KKS tidak bisa diselesaikan pada periode DPR RI 2014-2019. Mengingat waktu yang tersisa bagi DPR RI, tinggal hitungan hari.
Karena itu, pembahasan dan penyelesaian RUU KKS akan dilanjutkan oleh anggota DPR RI periode 2019-2024.
"Waktunya sudah tidak memungkin untuk sekarang diselesaikan," jelas anggota Komisi I DPR RI Ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pemerintah akan menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KKS kepada DPR RI, pada esok, Jumat (27/9/2019).
Baca: Demo Mahasiswa dan Pelajar Diambil Alih Perusuh untuk Gagalkan Pelantikan Anggota DPR dan Presiden
"Kalau DIM-nya bisa diterima besok Jumat siang," katanya.
Sebelumnya Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan meski melalui dunia siber banyak kepentingan yang nasional yang harus dijaga, aturan formil terkait jaminan penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber belum ada di Indonesia.
"Perang hibrida salah satunya disitu adalah perang siber. Nah, siber itu siapa yang mengkonsolidasikan, siapa leading sector nya, apakah di matra masing- masing, apakah di kepolisian atau ada badan lain yang mengkoordinasikan, nah inilah yang nanti akan disinkronisasikan dalam RUU KKS ini," kata Bobby.
"Oleh karenanya, terhadap kebutuhan tantangan zaman yang memang berbeda, DPR menginisiasi adanya RUU ini," ujar legislator, yang juga terpilih kembali menjadi anggota DPR 2019-2024 dari partai Golkar.
Bobby berbicara dalam acara diskusi Forum Legislasi dengan tema 'Nasionalisme dibalik RUU KKS' di Media Center MPR/DPR RI, Selasa (24/09/2019).
UU PSDN sendiri telah disetujui DPR RI dan pemerintah untuk segera disahkan menjadi Undang Undang dalam paripurna terdekat.
Dari Inisiatif Baleg DPR RI Hingga Dikawal Pansus
Bobby menjelaskan RUU KKS masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada 2018 yang pembuatan naskah akademisnya dikerjakan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Di bulan Mei 2019 RUU KKS ditetapkan sebagai inisiatif Baleg.
Namun, kata Bobby karena partai politik disibukan oleh persiapan menghadapi Pemilu 2019, maka draft RUU KKS baru bisa diselesaikan baru-baru saja.
"Karena waktu yang sangat sempit ini, maka pansus (panitia khusus) dibentuk, baru minggu lalu terpilih. Ketuanya pak Bambang Wuryanto dari PDIP. Saya sendiri, dari komisi I masuk menjadi anggota pansus dan rencananya mulai dari kemarin itu harusnya kita rapat untuk menerima penjelasan dari pemerintah dan menerima DIM [Daftar Inventarisasi Masalah]," kata Bobby.
Hal tersebut adalah salah satu syarat untuk carry-over (meneruskan) RUU yang belum selesai pembahasannya pada periode DPR RI saat ini ke anggota DPR periode berikutnya.
Persyaratan ini tertuang dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan yang revisinya baru disetujui pada rapat paripurna DPR RI, Selasa ini.
Menurut Bobby, DPR hanya memiliki waktu Rabu atau Kamis untuk melakukan rapat bersama pemerintah.
"Kami harapkan pada saat rapat dengan pemerintah, sekaligus DIM diserahkan kepada DPR RI, sehingga RUU KKS dapat dilanjutkan untuk dibahas dengan DPR RI 2019-2024," ujarnya.
Anggota DPR RI periode 2014-2019 akan mengakhiri masa jabatannya pada 30 September 2019.
Akademisi, Praktisi Dukung RUU KKS
Akademisi dari Universitas Bhayangkara Dr. Awaluddin Marwan, yang juga merupakan pembicara pada acara diskusi di Media Center MPR/DPR RI, Selasa, mengapresiasi inisiatif DPR terkait RUU KKS.
“Patut diapresiasi karena UU KKS ini sangat urgent. Beberapa hari lalu kita melihat situs Kemendagri [Kementrian Dalam Negeri] di hack oleh hacker security 007. Itu membuktikan bahwa keamanan siber itu perlu diperkuat karena kalau tampilannya sudah dirubah (de-facing), itu secara otomatis mengurangi citra lembaga. Mereka bisa merusak, mencloning dan bisa memperjual belikan data, apalagi disana ada E-KTP," ujarnya.
Pembicara lainnya Andi Budimansyah, Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia, juga mengapresiasi kepedulian DPR RI terhadap lembaga yang terkait dunia siber.
Anggota FTII -- yang merupakan organisasi yang dibentuk oleh masyarakat teknologi dan beranggotakan asosiasi yang terkait dengan teknologi informasi -- sangat membutuhkan regulasi yang mengatur soal keamanan dan ketahanan siber.
"Saat ini Indonesia baru memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tapi belum ada yang mengatur keamanan dan ketahanan siber," ujarnya.
Namun, Andi mengingatkan RUU KKS masih memerlukan masukan dari berbagai stakeholder yakni masyarakat siber untuk memperkaya dan lebih menyempurnakan.
"Jangan sampai pada saat RUU KKS diundangkan masih terjadi tumpang tindih aturan dengan undang-undang lain serta adanya tumpang tindih kewenangan dengan instansi lainnya," ujarnya.