News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Demo Tolak RUU KUHP dan KPK

Rincian Lengkap 26 Poin UU KPK Hasil Revisi yang Berpotensi Melemahkan KPK

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wadah Pegawai KPK bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melakukan aksi teratrikal di lobi gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/9/2019) malam. Aksi teatrikal dengan mengibarkan bendera kuning serta menaburkan bunga bertujuan untuk merenungi situasi yang terjadi di KPK setelah adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

13. Ada resiko kriminalisasi terhadap pegawai KPK terkait Penyadapan karena aturan yang tidak jelas di UU KPK .

Terdapat ketentuan pemusnahan seketika penyadapan yang tidak terkait perkara, namun tidak jelas indikator terkait dan tidak terkait, ruang lingkup perkara dan juga siapa pihak yang menentukan ketidakterkaitan tersebut.

 Ada ancaman pidana terhadap pihak yang melakukan Penyadapan atau menyimpan hasil penyadapan tersebut; Ancaman pidana diatur namun tidak jelas rumusan pasal pidananya.

14. Ada risiko Penyidik PNS di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri karena Pasal 38 ayat (2) UU KPK dihapus; Di satu sisi UU meletakkan KPK sebagai lembaga yang melakukan koordinasi dan supervisi terhadap Polri dan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi.

Namun di sisi lain, jika Pasal 38 ayat (2) UU KPK dihapus, ada resiko Penyidik PNS di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan Polri;

15. Berkurangnya kewenangan Penuntutan Pada Pasal 12 (2) tidak disebut kewenangan Penuntutan. Hanya disebut “dalam melaksanakan tugas Penyidikan”.

Padahal sejumlah kewenangan terkait dengan perbuatan terhadap Terdakwa. Norma yang diatur tidak jelas dan saling bertentangan.

Di satu sisi mengatakan hanya untuk melaksanakan tugas Penyidikan, tapi di sisi lain ada kewenangan perlakuan tertentu terhadap Terdakwa yang sebenarnya hanya akan terjadi di Penuntutan;

16. Dalam pelaksanaan Penuntutan KPK harus berkoordinasi dengan pihak terkait tapi tidak jelas siapa pihak terkait yang dimaksud.

17. Pegawai KPK rentan dikontrol dan tidak independen dalam menjalankan tugasnya karena status ASN;

18. Terdapat ketidakpastian status pegawai KPK apakah menjadi Pegawai Negeri Sipil atau PPPK (pegawai kontrak) dan terdapat resiko dalam waktu dua tahun bagi Penyelidik dan Penyidik KPK yang selama ini menjadi Pegawai Tetap kemudian harus menjadi ASN tanpa kepastian mekanisme peralihan ke ASN;

19. Jangka waktu SP3 selama 2 tahun akan menyulitkan dalam penanganan perkara korupsi yang kompleks dan bersifat lintas negara.

Dapat membuat KPK sulit menangani kasus-kasus korupsi besar seperti: EKTP, BLBI, Kasus Mafia Migas, korupsi pertambangan dan perkebunan, korupsi kehutanan dan kasus lain dengan kerugian keuangan negara yang besar.

Dibandingkan dengan penegak hukum lain yang mengacu pada KUHAP, tidak terdapat batasan waktu untuk SP3, padahal KPK menangani korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, bukan tindak pidana umum.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini