Jokowi bakal dicap inkonsisten
Pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus siap menerima konsekuensi dianggap inkonsisten apabila dalam waktu dekat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
Hal itu disebabkan sebelumnya Jokowi telah menyetujui Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Baca: Korban Mulai Berjatuhan, Jokowi Diminta Tidak Tunda Perppu KPK
Sehingga, lanjutnya, penerbitan Perppu KPK akan memperlihatkan seolah persetujuan Jokowi dilakukan tanpa kajian mendalam dan matang.
"Kalau dalam waktu ini kemudian pak Jokowi mengeluarkan Perppu, artinya pak Jokowi juga menganulir kesepakatan dia dengan DPR. Orang melihatnya kok begitu cepat pak Jokowi memutuskan perubahan sikap politiknya," ujar Adi dalam diskusi 'Demo Mahasiswa Aksi dan Substansi', di D'Consulate Cafe & Lounge, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019).
"Artinya pak Jokowi ketika menyetujui Undang-Undang itu tidak dilakukan atas kajian yang mendalam dan matang. Jokowi akan dianggap inkonsisten, karena sikap konsistensi itu penting bagi seorang pemimpin," imbuhnya.
Ia menilai ajakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk bertemu dengan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) adalah upaya membeli waktu untuk menemukan solusi.
Baca: Fadli Zon: Bila Dengar Aspirasi Mahasiswa, Presiden akan Keluarkan Perppu
"Makanya Jokowi sebenarnya melakukan dialog dengan masyarakat dan bahkan mahasiswa diajak, bagi saya ini adalah buying time untuk menemukan suatu solusi," kata dia.
"Di antara semua pihak yang selama ini berhadap-hadapan mencari mutual understanding, saling berkesepahaman sebenarnya, mencari konklusi yang bisa diterima oleh berbagai kalangan. Jadi itu yang harus dipahami," tandasnya.
PDIP beri warning ke Jokowi
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto memberi warning kepada Presiden Joko Widodo jika tetap berani mengeluarkan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perppu) berkaitan dengan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah direvisi oleh DPR.
Bambang Wuryanto mengingatkan bahwa DPR juga memiliki kewenangan tersendiri.
"Silakan, Presiden punya pertimbangan sendiri (terbitkan perppu), ngomong dengan pembantunya sendiri (menteri). Kami anggota DPR punya otoritas sendiri," kata Bambang.
Bambang mengatakan, kalaupun harus dibatalkan, RUU yang sudah disahkan DPR mesti melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi.