Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menyebut pihaknya memberikan pendampingan kepada keluarga Abdul Basith, setelah ditetapkan tersangka terkait penyimpanan bom molotov.
"Kami melakukan pendampingan kepada keluarga secara mental, kami juga harus terus membuat keluarga tetap sabar dan tabah," tutur Arif di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Menurutnya, pendampingan tersebut sangat berarti untuk keluarga, mengingat selama ini Basith dikenal sosok yang baik dan suka menolong.
"Ini kan sebuah pukulan yang sangat besar, buat sabahat, keluarga, dan institusi," papar Arif.
Sementara untuk langkah ke depan, kata Arif, dirinya telah mengimbau kepada seluruh dosen untuk lebih fokus kepada kegiatan akademik dan melek terhadap dunia politik.
Baca: 3 Info Penting CPNS 2019 Berdasarkan Hasil Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian BKN, Catat!
Baca: Cari Tahu Kepribadian Orang dengan Melihat Cara Dia Menangkupkan Kedua Tangan
Baca: Fakta Terbaru Upaya Pembunuhan Suami oleh Istri & Sopir, Uang untuk Beli Sianida Dipakai Foya-foya
Baca: Gambaran Kabinet Jokowi-Maruf Jelang Pelantikan Presiden: Menteri yang Mundur hingga Jatah Parpol
"Para dosen saya imbau aktivitas di luar harus hati-hati, harus kritis terhadap segala pandangan baru dan juga para dosen harus tahu politik, harus melek politik," kata Arif.
"Melek politik penting, agar memahami peta sehingga tidak dijadikan alat, tidak diajak aktivitas yang merusak," sambung Arif.
Abdul Basith ditangkap di kawasan Tangerang, pada Sabtu (28/9/2019) lalu. Abdul Basith diduga berperan sebagai penyimpan bom molotov.
Saat diamankan di kediamannya di kawasan Tangerang, Abdul terbukti menyimpan 28 bom molotov.
Abdul bersama 9 tersangka lainnya diduga merencanakan peledakan bom molotov tersebut saat aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI pada Sabtu (28/9/2019) kemarin.
Saat ini, Abdul Basith (AB) dan 9 tersangka lainnya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, di antaranya adalah Pasal 169 KUHP dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.