Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sunjaya diduga melakukan pencucian uang hasil suap dan gratifikasi senilai sekitar Rp51 miliar dengan menyimpan di rekening atas nama orang lain serta membeli aset berupa tanah dan tujuh mobil.
Selain itu, diduga terdapat aliran uang sekitar Rp 250 juta dari Sunjaya untuk penyelenggaraan Kongres Pemuda yang digelar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 2018 lalu.
Baca: Terlabat kasus Mesum, PNS Wanita di Aceh Dihukum Cambuk
Aliran duit ke acara PDIP itu mencuat dalam proses persidangan perkara suap perizinan di Pemkab Cirebon yang menjerat Sunjaya sebelumnya.
"Diduga uang itu berasal dari tersangka SUN (Sunjaya) yang digunakan saat itu untuk pembiayaan Kongres Sumpah Pemuda PDIP tahun 2018. Itu sudah muncul di fakta sidang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Baca: Klarifikasi Barbie Kumalasari ke Amerika 8 Jam, Sebut Penyebabnya Lotion Anti Nyamuk, Netter Bingung
Untuk mendalami aliran uang tersebut, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dalam proses penyidikan TPPU Sunjaya.
Salah satunya, politikus PDIP, Nico Siahaan yang merupakan Ketua Panitia Kongres Pemuda.
"Salah satu saksi dari 146 saksi (yang sudah diperiksa terkait penyidikan TPPU Sunjaya) itu anggota DPR Nico Siahaan dan sejumlah anggota DPRD," kata Febri.
Baca: Sekitar 40 PNS di Bolaang Mongondow Sulut Ajukan Cerai, Paling Banyak Berprofesi sebagai Guru
Dalam perkara sebelumnya, duit Rp 250 juta dari Sunjaya untuk Kongres Pemuda telah dikembalikan oleh Nico Siahaan selaku Ketua Panitia kepada KPK.
Pengembalian uang ke KPK ini diakui Nico usai dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dengan terdakwa Sunjaya di Pengadilan Tipikor Bandung pada Maret 2019 lalu.
"Sesuai fakta persidangan yang sudah muncul ada uang sekitar Rp 250 juta itu sudah dikembalikan dan kami sita," kata Febri.
Beli tanah dan mobil
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersangka terhadap Sunjaya Purwadisastra merupakan pengembangan dari perkara suap perizinan di Pemerintah Kabupaten Cirebon.
"KPK meningkatkan status perkara Tindak Pidana Pencucian Uang ke penyidikan dan menetapkan SUN (Sunjaya Purwadisastra) Bupati Cirebon periode 2014-2019 sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Baca: Beri Ancaman Andai 14 Oktober Jokowi Tak Terbitkan Perppu, Ngabalin Beri Nasihat Ini ke Mahasiswa
Menurut Syarif, berdasarkan fakta-fakta yang berkembang dalam proses penyidikan hingga persidangan, KPK menemukan sejumlah bukti dugaan penerimaan lain oleh Bupati Cirebon.
KPK menduga Sunjaya menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas hasil korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usulnya.
Selama menjabat sebagai Bupati Cirebon, Sunjaya diduga menerima gratifikasi dan suap dari sejumlah pihak dengan nilai total Rp 51 miliar.
"Total penerimaan tersangka SUN dalam perkara ini adalah sebesar sekitar Rp51 miliar," kata Syarif.
Secara rinci, Sunjaya menerima suap sebesar Rp 6,04 miliar dari pihak Hyundai Engineeering & Construction (HDEC).
Baca: DIberhentikan Sementara, Ini Pembelaan Dirut Bank Sulselbar
Suap ini diberikan terkait perizinan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 di Kabupaten Cirebon.
Selain itu, Sunjaya juga diduga menerima hadiah atau janji terkait perizinan properti di Cirebon sebesar Rp 4 miliar.
Tak hanya suap, selama menjabat sebagai Bupati Cirebon, Sunjaya diduga menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp41,1 miliar dari sejumlah pihak.
Gratifikasi yang diterima Sunjaya berasal dari pengusaha sebesar Rp 31,5 miliar terkait pengadaan barang dan jasa, dari ASN Pemkab Cirebon sekitar Rp3,09 miliar terkait mutasi jabatan, dari setoran Kepala SKPD/OPD Pemkab Cirebon sekitar Rp 5,9 miliar, serta sekitar Rp500 juta terkait perizinan galian.
"Tersangka SUN selaku Bupati Cirebon juga tidak melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur Pasal 12 C UU Nomor 20 Tahun 2001," kata Syarif.
Baca: Tak Semua Perempuan Pede Punya Kumis, Bagaimana Melenyapkannya?
Hasil suap dan gratifikasi yang diterima Sunjaya itu kemudian ditempatkan di rekening nominee atas nama pihak lain namun digunakan untuk kepentingan Sunjaya.
Kemudian Sunjaya memerintahkan bawahannya membeli tanah di Kecamatan Tahun Cirebon sejak tahun 2016 sampai 2018 senilai Rp 9 miliar.
Transaksi itu dilakukan secara tunai dan kepemilikannya diatasnamakan pihak lain.
Sunjaya juga memerintahkan bawahannya untuk membeli tujuh kendaraan yang diatasnamakan pihak lain, yaitu Honda H-RV, B-RV, Honda Jazz, Honda Brio, Toyota Yaris, Mitsubishi Pajero Sport Dakar, dan Mitsubishi GS41.
"Perbuatan-perbuatan tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata Syarif.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Sunjaya disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Geledah sejumlah tempat
Dalam 2 hari ini, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di Karawang dan Cirebon.
Penggeledahan terkait kasus tindak pidana korupsi menerima gratifikasi (penerimaan terkait perizinan dan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan Bupati Cirebon) mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah merinci, penggeledahan di Karawang dilakukan Kamis (20/6/2019) di 3 lokasi, yaitu 2 kantor pihak swasta dan 1 rumah saksi.
Sedangkan penggeledahan di Cirebon pada Jumat (21/6/2019) dilakukan di Kantor DPRD Cirebon, Rumah Dinas Ketua DPRD Cirebon, dan 1 rumah pihak swasta.
Baca: 22 Orang Sudah Daftar Ikut Seleksi Calon Pimpinan KPK: Ada Wakil Bupati, PNS, Polisi, Hingga Dokter
Baca: KPK : Penarikan Irjen Firli Dipastikan Tak Ganggu Penindakan
Baca: KPK Geledah Kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Cirebon
"Dari lokasi tersebut disita dokumen terkait dengan rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW) setempat dan dokumen perizinan," ungkap Febri kepada wartawan, Jumat (21/6/2019).
Sebelumnya diwartakan, KPK masih terus mencermati dugaan aliran uang ke Sunjaya dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kanci tahap II. Meski sudah divonis, KPK menyatakan Sunjaya masih menjadi tersangka kasus penerimaan gratifikasi.
“Ada keterangan saksi mengenai PLTU 2 Cirebon, bagian itu tentu jadi poin yang kami cermati,” kata Febri, Rabu (12/6/2019).
Sunjaya divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada 22 Mei 2019.
Baca: Maruf Amin : Semoga Sehat dan Terus Berjuang Untuk Membangun Bangsa dan Negara
Hakim menyatakan Sunjaya terbukti menerima suap Rp100 juta dari Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto. Suap diberikan supaya Gatot bisa menduduki jabatan di lingkungan pemerintahan Pemkab Cirebon.
Dalam proses persidangan muncul fakta baru, Mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra kepada KPK mengungkapkan bahwa ada tindakan gratifikasi untuk meloloskan Perda RTRW terkait dengan rencana proyek perluasan PLTU Kanci Tahap II.
Kepada penyidik KPK dan sempat juga dikemukakan secara terbuka dalam persidangan, Sunjaya menyebut ada suap senilai Rp1,5 miliar untuk meloloskan Perda RTRW.
Pasrah divonis 5 tahun
Bupati Cirebon non aktif Sunjaya Purwadisastra tidak akan mengajukan bandung atas putusan hakim yang menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun, karena terbukti bersalah korupsi menerima suap.
Atas putusan itu, Sunjaya mengaku pasrah.
"Saya tidak akan banding, saya menerima apapun putusan hakim," ujar Sunjaya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (22/5).
Pidana penjara 5 tahun untuk Sunjaya lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan pidana penjara 7 tahun.
Baca: Tak Jera Menjambret, Pendik Mesti Masuk Penjara yang ketujuh Kalinya
Sunjaya juga pasrah jika harus kembali diseret ke Pengadilan Tipikor karena kasus suap perizinan.
"Saya pasrah," ujar Sunjaya. Jaksa KPK, Iskandar Marwanto usai sidang mengatakan tim jaksa akan melapor pimpinan dulu terkait vonis hakim yang lebih rendah dibanding tuntutan.
"Kami lapor pimpinan dulu. Memang vonisnya lebih rendah tapi putusannya tadi melebihi dua pertiga. Kemungkinan kami menerima tapi kepastiannya menunggu pimpinan," ujarnya.
Selain itu, Sunjaya juga dipidana pencabutan hak untuk dipilih dalam politik selama lima tahun pascamenjalani pidana pokok. Sunjaya menangis selama hakim membacakan amar putusan.