TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Vice President of Corporate Financial Control PT Angkasa Pura II (Persero) Mulyadi.
Dia akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Sedianya, Mulyadi akan diperiksa terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan Baggage Handling System (BHS) antar dua perusahaan BUMN yakni PT Angkasa Pura dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI).
Dia akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Dirut PT INTI Darman Mappangara (DMP).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DMP," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (4/10/2019).
Baca: KPK Periksa Direktur Utama Angkasa Pura II di Kasus Suap Baggage Handling System
Baca: KPK Yakin Dirut Angkasa Pura II Tahu Proyek BHS Bermasalah
Selain Mulyadi, KPK juga memanggil Vice President of Operation and Business Development PT Angkasa Pura Propertindo Pandu Mayor Hermawan.
Dia juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Darman.
Belum diketahui apa yang akan digali penyidik terhadap keduanya.
Diduga, pemeriksaan terhadap kedua petinggi PT Angkasa Pura tersebut untuk mendalami konstruksi perkara serta aliran suap terkait proyek antar BUMN ini.
KPK menetapkan Darman sebagai tersangka baru kasus suap proyek BHS pada PT Angkasa Pura Propetindo yang dilaksanakan oleh PT INTI.
Darman diduga memerintahkan staf PT INTI Taswin Nur untuk memberikan sejumlah uang kepada Direktur Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II Andra Y Agussalam.
Tujuannya, agar Andra mengarahkan PT Angkasa Pura Propertindo menunjuk langsung PT INTI sebagai penggarap proyek BHS.
Proyek bernilai Rp86 miliar ini merupakan proyek yang dioperasikan oleh PT APP.
Andra juga disinyalir telah mengarahkan Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa Pura II Marzuki Battung untuk menyusun spesifikasi teknis terkait proyek tersebut.
Padahal, berdasarkan penilaian tim teknis PT APP harga penawaran PT INTI terlalu mahal.
Andra bahkan mengarahkan Direktur PT Angkasa Pura Propertindo, Wisnu Raharjo untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI.
Hal itu dilakukan agar DP segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Andra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Darman dan Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.