News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

Hasil Survei LSI: Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Presiden dan KPK Tinggi, DPR Sebaliknya

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan (paling kiri) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukan kepercayaan publik terhadap Presiden dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tinggi.

Dalam survei yang dilakukan, 1.010 responden nasional ditanya seberapa besar tingkat kepercayaan mereka kepada Presiden, KPK, dan DPR.

Tidak hanya itu, responden pun ditanya soal seberapa sesuai kebijakan tiga lembaga negara tersebut yang mencerminkan harapan rakyat.

Baca: BMKG Catat Gempa M 4.5 Guncang Kabupaten Gayo Luwes Aceh, Pusat Gempa Berada di Darat

Dari pertanyaan tersebut, 9 persen publik sangat percaya dengan Presiden, dan 62 persen cukup percaya.

Artinya ada 71 persen publik nasional masih percaya kepada Presiden.

Kemudian, 9 persen publik sangat percaya kepada KPK dan 63 persen percaya.

Angka tersebut menunjukan 72 persen publik masih menaruh kepercayaan besar terhadap lembaga antirasuah.

Lain halnya dengan DPR RI.

Tingkat kepercayaan publik terhadap DPR cukup rendah.

Hasil survei LSI, menunjukan tingkat kepercayaan publik kepada DPR hanya 40 persen.

Baca: Suami Pergoki Istri Dikunjungi Pria, Ngaku Numpang Salat Tapi Hingga 3 Jam, Tak Tahu Terekam CCTV

Bahkan, ada 45 persen publik yang tidak percaya dengan kerja-kerja para anggota parlemen senayan ini.

Menurut Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, tingkat kepercayaan DPR yang baru saja dilantik punya korelasi dengan kinerja para anggota DPR sebelumnya.




"Tingkat kepercayaan terhadap KPK dan Presiden itu masih paling tinggi, jadi masyarakat jauh lebih percaya kepada KPK dan Presiden dibanding DPR," kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).

Ia menuturkan, sebenarnya DPR pada beberapa bulan lalu sempat mendapat tingkat kepercayaan hingga 50-60 persen.

Djayadi Hanan mensinyalir turunnya kepercayaan publik baru-baru ini didasari pada berbagai macam peristiwa.

Satu di antaranya terkait kebijakan merevisi beberapa Undang-Undang, termasuk UU KPK.

Baca: Juara Dunia MotoGP 2019, Marc Marquez Serobot Dua Rekor Valentino Rossi

"DPR pada bulan lalu pernah memperoleh kepercayaan di angka 50-60 persen, tapi ini rendah sekali. Bisa saja itu (penurunan) antara lain karena macam-macam. Karena apa yang mereka lakukan dalam beberapa waktu terakhir," katanya.

Sebagai informasi, responden dalam survei ini dipilih secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya, yakni survei pada Desember 2018 - September 2019 yang jumlahnya 23.760 orang dan punya hak pilih.

Dari total 23.760 responden, dipilih 17.425 orang yang punya telepon.

Kemudian jumlah responden tersebut kembali dipilih lewat metode stratified cluster random sampling.
Sehingga didapat 1.010 orang sebagai responden survei ini.

Responden diwawancarai lewat telepon pada rentang tanggal 4-5 Oktober 2019.

Toleransi kesalahan (margin of error) falam survei ini kurang lebih 3,2 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Berkaca dari survei Pilpres 2019, LSI mengaku metode ini bisa diandalkan untuk memperkirakan sikap politik pemilih.

76,3 persen publik setuju presiden terbitkan Perppu KPK

Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional terkait respons publik terhadap Rancangan Undang-Undang KPK yang sudah disahkan DPR RI.

Dari 1.010 responden, sebanyak 70,9 persen publik menilai revisi UU KPK sebagai bentuk pelemahan terhadap KPK.

Sementara 18 persen publik menilai revisi UU KPK sebagai bentuk penguatan KPK.

Sedangkan 11,1 persen publik mengaku tidak tahu.

Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan saat memaparkan rilis hasil survei yang dilakukan pihaknya.

Baca: Alasan Raisa Bersedia Manggung di Batik Music Festival Candi Prambanan

"Publik setuju. Ada 70,9 persen dari publik yang tahu revisi UU KPK, menyatakan bahwa revisi UU yang baru itu melemahkan KPK. Mayoritas mutlak," kata Dyajadi, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).

"Hanya 18 persen dari publik menyatakan bahwa revisi UU KPK itu menguatkan," tambah dia.

Kemudian, berdasarkan survei 76,3 persen publik setuju bila Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK untuk membatalkan Revisi UU KPK yang baru.

Sementara sisanya, 12,9 persen tidak setuju, dan 10,8 persen menjawab tidak tahu.

"Untuk menghadapi itu, menurut publik jalan keluarnya adalah mengeluarkan Perppu dan itu memang jadi kewenangan presiden," ucap Djayadi.

Menurutnya, dua hasil survei dengan pertanyaan berbeda memperlihatkan bahwa publik berada dalam posisi menginginkan Perppu KPK sebagai jalan keluar untuk mengatasi polemik yang berkembang di masyarakat saat ini.

Baca: YLBHI: Penerbitan Perppu KPK Tidak Akan Runtuhkan Wibawa Presiden

"Jelas sekali publik berada dalam posisi menginginkan bahwa Perppu seharusnya menjadi jalan keluar," kata dia.

Sebagai informasi, responden dalam survei ini dipilih secara acak.

Survei dilakukan dari Desember 2018 hingga September 2019 yang jumlahnya 23.760 orang dan punya hak pilih.

Baca: MotoGP Pilih Cuitan Orang Indonesia dalam 16 Ucapan Selamat pada Marc Marquez

Dari total 23.760 responden, dipilih 17.425 orang yang punya telepon.

Kemudian jumlah responden tersebut kembali dipilih lewat metode stratified cluster random sampling. 
Sehingga didapat 1.010 orang sebagai responden survei ini.

Responden diwawancarai lewat telepon pada rentang tanggal 4-5 Oktober 2019.

Toleransi kesalahan (margin of error) dalam survei ini kurang lebih 3,2 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Berkaca dari survei Pilpres 2019, LSI mengaku metode ini bisa diandalkan untuk memperkirakan sikap politik pemilih.

Tidak akan runtuhkan kewibawaan presiden

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan penerbitan Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan meruntuhkan kewibawaan Presiden Jokowi.

"Pak Jokowi bukan hanya kepala pemerintah, tapi juga kepala negara. (Menerbitkan Perppu) tidak sama sekali meruntuhkan wibawa presiden di mata hukum dan masyarakat," kata Isnur di Kantor YLBHI, Jalan Dipnegoro, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).

Sebelumnya, beragam pendapat bermunculan menyikapi disahkan RUU KPK oleh DPR RI.

Pengamat politik, pengamat hukum, hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla pun memberikan pandangannya terkait polemik tersebut.

Baca: MotoGP Pilih Cuitan Orang Indonesia dalam 16 Ucapan Selamat pada Marc Marquez

Baca: Muzdalifah Curhat Soal Kehidupan Rumah Tangganya Jadi Sorotan, Unggahan Terbarunya Banjir Komentar

Beberapa waktu lalu, Jusuf Kalla menolak usulan diterbitkannya Perppu yang akan membatalkan UU KPK hasil direvisi.

"Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK (Mahkamah Konstitusi), itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau Perppu itu masih banyak pro kontranya," kata Jusuf Kalla, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (1/10/2019).

Menurutnya, RUU KPK disahkan berdasar kesepakatan pemerintah dan DPR.

Baca: Respons Kapolda Sumut Sikapi Kasus Polisi Tembak Istri Lalu Bunuh Diri di Sergai

Jusuf Kalla berpandangan dengan diterbitkan Perppu KPK dikhawatirkan bisa mengurangi kewibawaan pemerintah.

"Karena baru saja Presiden teken berlaku, (lalu) langsung Presiden sendiri tarik, kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik?Logikanya di mana?" ujar Jusuf Kalla.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini