Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inisiator revisi UU KPK dari PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menegaskan saat ini terjadi kesesatan informasi mengenai mulai berlakunya Undang undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per hari ini, Kamis, (17/10/2019).
Kesesatan informasi tersebut yakni adanya anggapan bahwa KPK tidak bisa lagi menyadap.
Aktivis 98 itu menegaskan, Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi tidak mengurangi kewenangan lembaga antirasuah dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, termasuk penyadapan.
"Revisi UU 30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah berlaku menjadi Undang-undang tidak mengurangi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Termasuk penyadapan," ujar Masinton kepada Tribunnews.com, Kamis (17/10/2019).
Bahkan lanjut dia, KPK justru dikuatkan dengan ditambahkannya kewenangan KPK berupa tindakan melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 6 huruf f).
Baca: UU KPK Hasil Revisi, Dewan Pengawas Berhak Tolak Permintaan Izin Penyadapan Dari Penyidik KPK
Pasal 6 huruf e dan f UU KPK yang menyebutkan bahwa bahwa KPK bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan eksekusi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, selama dewan pengawas belum terbentuk, masih menggunakan ketentuan dalam UU KPK yang lama (Pasal 69D).
Dengan demikian izin penyadapan masih melalui pimpinan KPK.
"Terkait tugas dan kewenangan penyidik KPK dalam melakukan penyidikan dan penyadapan itu menggunakan UU lama, izin melalui komisioner," jelas Masinton.
Dalam Pasal 69A angka empat, pengangkatan pertama dewan pengawas bersamaan dengan pimpinan KPK periode 2019-2023, yakni bulan Desember 2019.
"Jadi nanti setelah dewan pengawas terbentuk Desember nanti baru kemudian mekanisme dan kewenangan penyadapan harus melalui izin dewan pengawas," kata Masinton.
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan bahwa saat ini terjadi kesesatan informasi mengenai mulai berlakunya Undang undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per hari ini, Kamis, (17/10/2019).
Baca: Respons Romli Atmasasmita Sikapi Berlakunya UU KPK Hasil Revisi
Kesesatan informasi tersebut yakni adanya anggapan bahwa KPK tidak bisa lagi menyadap sebelum terbentuknya Dewan Pengawas KPK.
"Karena dengan berlakuknya UU KPK sementara dewan pengawas belum terbentuk maka seolah olah KPK tidak bisa melakukan OTT lagi, karena OTT dimulai dengan penyadapan, sementara penyadapan belum bisa dilakukan karena belum ada dewan pengawas yang nanti akan dimintai izin, ini adalah miss leading information (informasi yang menyesatkan), " ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Padahal menurut Arsul dalam penjelasan UU KPK yang baru, KPK tetap bisa menyadap meski Dewan Pengawas belum terbentuk.
Dalam pasal 69D UU perubahan kedua UU KPK, secara tegas telah menyatakan bahwa dalam hal dewan pengawas itu belum dibentuk maka pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang sudah ada itu dilaksanakan bedasarkan ketentuan yang berlaku sebelum UU ini diberlakukan.
"jadi per hari ini belum ada dewan pengawas, KPK boleh melakukan penyadapan, berdasarkan ketentuan dan SOP yang berlaku di internal KPK. setelah nyadap ditemukan dan OTT diperbolehkan saja," katanya.
Namun menurut Arsul apabila dewan pengawas nanti sudah terbentuk, KPK harus melalui mekanisme yang ada dalam UU KPK sebelum melakukan penyadapan.
"Tetapi apakah dewan pengawas juga belum tahu karena yang mengangkat pertama itu presiden," pungkasnya.