TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Nila Moeloek melakukan soft launching hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), di kantor Kemenkes, Jakarta.
Tahun ini, SSGBI dilaksanakan secara terintegrasi dengan Susenas pada Maret 2019, yang melibatkan 320.000 rumah tangga (RT).
Setelah dicacah oleh Susenas, bagi RT yang memiliki balita, didatangi lagi untuk melihat status gizi balita. Balita kemudian ditimbang Berat Badannya dan diukur Tinggi Badannya.
Menkes menyatakan bahwa hasil dari SSBGI tahun 2019, menunjukkan telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8 persen tahun 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 27,67 persen tahun 2019.
“Jadi menurun sekitar 3 persen. Tentu ini menggembirakan,” ungkap Menkes, dalam keterangan tertulis, Jumat (18/10/2019).
Penurunan ini menandakan bahwa lima pilar penanggulangan stunting sudah mulai jalan, yaitu komitmen pimpinan mulai pusat sampai dengan daerah, kampanye nasional dan strategi perubahan perilaku, konvergensi lintas sektor, pusat dan daerah, ketahanan pangan dan gizi, serta pemantauan dan evaluasi.
Baca: Rayakan Hari Cuci Tangan Sedunia, Atalia Praratya Ridwan Kamil Ajak Masyarakat Cegah Stunting
Baca: 3.200 Balita di Pekalongan Terindikasi Stunting
Baca: Cegah Stunting pada Anak, Ini Asupan Makanan yang Disarankan
“Khususnya konvergensi multisektoral dan pusat dengan daerah, dan ini ke depan harus terus dipertahankan dan lebih digencarkan agar target penurunan stunting tahun 2024 menjadi 19 persen tercapai,” jelas Menkes lagi.
Menkes menegaskan, pembangunan SDM adalah sangat vital untuk membawa bangsa Indonesia unggul dan berdaya saing di tataran global. Kesehatan dan pendidikan merupakan inti dari pembangunan SDM yang produktif, mandiri, dan unggul.
Indonesia sudah masuk dalam Low Middle Income Country (LMIC) menuju Upper Miiddle Income Country (UMIC). Untuk menuju ke UMIC, Indonesia harus meningkatkan kualitas SDM agar produktif, sebagai investasi manusia (human capital)
Dari dinamika demografi, tahun 2030, Indonesia akan mendapatkan “bonus demografi”, yang ditandai dengan besarnya proporsi usia produktif.
“Kalau kelompok usia produktif ini tidak disiapkan dengan baik, maka Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk menjadi negara dengan pendapatan tinggi,” tutur Menkes.