TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Tabligh PP Muhammadiyah, Fahmi Salim mengungkapkan penunjukkan Nadiem Makarim sebagai Mendikbud dalam Kabinet Indonesia Maju mengecewakan masyarakat.
Pada periode sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) diisi oleh tokoh Muhammadiyah yakni Muhajir Effendy.
Posisi Mendikbud beberapa periode terakhir dijabat oleh perwakilan Muhammadiyah yang sarat dengan faktor historis.
Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi keumatan Islam yang juga banyak berkiprah dalam dunia pendidikan.
Wakil ketua Tabligh PP Muhammadiyah, Fahmi Salim mengatakan kekecewaan itu ada yang sifatnya pragmatis ada juga yang ideologis.
Baca: Jadi Menteri Termuda, Nadiem Makarim Akui Ada Orang yang Pertanyakan Kemampuannya
“Kalau misalnya ormas yang memiliki peran kebangsaan yang sangat besar sebagai kekuatan masyarakat sipil. Masyarakat pada hari ini kecewa itu bukan karena persoalan yang pragmatis,” ujarnya dilansir dari Kompas TV Sabtu (26/102019).
Ia menambahkan bahwa permasalahan tersebut bukan jangka pendek kekuasaan selama 5 tahun.
“Memang kalau hanya 5 tahun kita menganggap itu sepele lah jabatan menteri buat Muhammadiyah gak terlalu penting amat. Tapi persoalan ini adalah sebagaimana Kementerian Agama, Kementrian Pendidikan sangat terkait erat dengan historis,” ujarnya,
Dilansir dari Kompas.com, Fahmi pun berharap, ditunjuknya Nadiem yang berlatar belakang pengusaha sebagai Mendikbud tidak menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa penyusunan formasi Kabinet Indonesia Maju ini dilakukan secara asal-asalan.
"Nah, yang jelas, jangan sampai nanti di masyarakat lalu akan muncul persepsi bahwasanya penyusunan kabinet ini dilakukan agak serampangan gitu, tidak memperhatikan aspirasi, tidak memperhatikan situasi kebatinan rakyat dan stakeholder republik ini," lanjut dia.
Baca: Tiada Background Pendidikan, Mengapa Nadiem Makarim Dijadikan Mendikbud? Ini Alasan Presiden Jokowi
Meski demikian, Fahmi sekaligus menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak pernah menetapkan target harus mendapatkan berapa kursi menteri, apalagi meminta-minta jatah menteri kepada Presiden.
"Yang jelas, Muhammadiyah tidak pernah minta dan tidak pernah juga meminta target, tidak pernah memberikan patokan harus begini-begini, itu dikembalikan kepada (hak prerogatif) Presiden," lanjut dia.
Soal Presiden Jokowi menunjuk kader Muhammadiyah, Muhadjir Effendy sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Fahmi mengatakan, hal itu belumlah cukup.
Sebab, seorang menteri koordinator tidak memiliki otoritas anggaran.
"Saya kira enggak cukup, Menko itu kan tidak memiliki kewenangan dan otoritas dan anggaran tidak sebagaimana dengan Kementerian teknis," lanjut dia. (*)
(Tribunnews.com/Faisal Abdul Muhaimin) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)