TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempermasalahkan Presiden Jokowi yang tidak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) atas UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penerbitan perppu merupakan wewenang seorang presiden.
"Jadi terserah pada presiden akan memilih misalnya menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi dengan menerbitkan perppu atau tidak, itu domain Presiden," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, melansir dari Kompas.com, Jumat (1/11/2019).
Mulai 17 Oktober 2019, Undang-undang KPK hasil revisi sudah berlaku mesti tanpa tanda tangan Presiden Jokowi.
Sesuai undang-undang, nomor 12 tahun 2011, tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 73 ayat 1 dan 2 disebutkan undang-undang otomatis berlaku, terhitung 30 hari setelah disahkan di Paripurna DPR, 17 September 2019 lalu.
Baca: Jokowi Serba Salah Hadapi Revisi Undang-undang KPK, Puaskan Parpol atau Mahasiswa?
Baca: Kelompok Studi Aquinas Luncurkan Draft Perppu KPK
Pasal 73 ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut,
"Rancangan Undang-Undang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 disahkan oleh presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden"
"Dalam hal rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan"
Dengan demikian, sejumlah pasal kontroversial pun, secara otomatis, sudah berlaku, di antaranya adalah:
1. Pasal 3 UU KPK
KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan & pemberantasan Tipikor sesuai UU.
2. Pasal 37 B Ayat 1 Huruf B
Dewan pengawas bertugas memberikan izin/tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan atau penyitaan.