TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti yakin sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan tersinggung jika Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
Sebab, dikeluarkannya Perppu merupakan kebijakan hukum yang berada di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Ia juga menegaskan, Perppu terkait pembatalan terhadap Undang-Undang KPK Nomor 19/2019 dapa dikeluarkan kapan pun dan tidak tergantung dengan proses gugatan masyarakat yang saat ini tengah berlangsung di Mahakamah Konstitusi.
Baca: Kapolri Diberi Waktu Sebulan untuk Tuntaskan Kasus Novel, ICW: Janji Manis
Baca: Pakar Hukum: Jokowi Jangan Pilih Kader Parpol untuk Jadi Dewan Pengawas KPK
Baca: Hari Kedua di Bangkok, Presiden Jokowi Hadiri Pembukaan KTT ke-35 ASEAN
Contoh kongkretnya menurutnya ketika Perppu Ormas yang keluar lima tahun setelah Undang-Undang Ormas jadi Undang Undang.
Untuk itu, ia menilai argumentasi presiden yang tidak mengeluarkan Perppu karena ingin menunggu proses di Mahkamah Konstitusi, adalah keliru, menyesatkan, dan mengada-ada.
Hal itu diungkapkannya dalam diskusi di Kantor ICW Jakarta Selatan pada Minggu (3/11/2019).
"Apakah kemudian ada aspek sopan santun? Tidak juga. Saya yakin seribu persen, sembilan hakim MK tidak akan tersinggung kalau Perppu dikeluarkan. Karena sembilan hakim itu paham betul yang mau dikeluarkan itu, kalau Perppu adalah kebijakan hukum. Sementara MK berbicara soal inkonstitusionalitas dari pasal-pasal. Jadi mau jaga kesopanan apa?" kata Bivitri.
Selain itu menurutnya pernyataan Jokowi tersebut adalah indikasi kuat bahwa Jokowi tidak mendukung pemberantasan korupsi.
Menurutnya hal itu juga tampak ketika Jokowi mengeluarkan surat presiden untuk membahas undang-undang KPK hasil revisi.
Padahal menurutnya, ketika ribuan guru besar dan dosen di seluruh kampus di Indonesia telah mengingatkan bahwa hal itu adalah keliru.
"Tapi ternyata dikeluarkan, jadi sudah jelas siapa sebenarnya yang mau KPK dilemahkan," kata Bivitri.
Tidak hanya itu, menurutnya, apabila Perppu tidak keluar, maka KPK akan menjadi lembaga pencegahan korupsi karena fungsi penindakannya telah dilucuti.
Ia menilai, jika KPK lemah pemberantasan korupsi akan terjun bebas dan indeks pemberantasan akan jeblok.
"Hal itu punya efek kongkrit pada investasi, pada ekonomi, kesejahteraan. Bayangkan betapa banyak alat kesehatan yang kita bisa dapat yang baik dengan standdar tinggi, tapi karena dikorupsi, turun. Kita dapat jalanan yang mungkin 10 tahun tidak akan rusak, dalam dua tahun rusak," kata Bivitri.