TRIBUNNEWS.COM - Larangan pemakaian cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah masih menjadi kontroversi.
Pasalnya, pemakaian cadar dan celana cingkrang dikaitkan dengan adanya gerakan radikalisme.
Usulan dari Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengenai larangan pemakaian cadar dan celana cingkrang, dimaksudkan untuk menjaga keamanan di lingkungan instansi pemerintah.
Fachrul tidak ingin kejadian penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto terulang.
Baca: Cegah Deradikalisme Mempengaruhi CPNS, Kemendikbud dan Kodam Bekerjasama
Fachrul berharap, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sedang berada di lingkungan instansi pemerintah untuk memperlihatkan mukanya, tidak memakai cadar atau helm.
Sebelumnya, aturan berpakain ASN sudah ditentukan dalam Pasal 12 A Permendagri No 6 tahun 2016 tentang Penggunaan Pakaian Dinas dan Kerapihan Aparatur Sipil Negara.
Menurut aturan tersebut, pakaian yang boleh dipakai ASN adalah sebagai berikut :
1. PDH warna khaki atau cokelat muda
2. PDH hitam putih
3. PDH batik/tenun/khas daerah
4. PDH linmas
5. Korpri
Menurut data dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan), 19,4 persen ASN menolak Ideologi Pancasila.
Jumlah ASN saat ini yakni 4,1 juta jiwa, artinya hampir 800 ribu ASN telah telah terpapar Radikalisme.
Dilansir dari YouTube KompasTV (4/11/2019), rincian data Pegawai Swasta, TNI, hingga Mahasiswa yang menyatakan menolak Ideologi Pancasila adalah sebeagai berikut :
- Pegawai Swasta = 18,1 persen
- Pegawai BUMN = 19,1 persen
- Mahasiswa = 23,4 persen
- Pelajar SMA sederajat = 23,3 persen
- Personel TNI = 3 persen
Sementara itu, survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 8-17 September 2019, dengan melibatkan 1.550 responden beragama Islam di seluruh Indonesia menyebutkan fakta lain.
Sebanyak 86,5 persen responden menilai Pancasila dan Undang-undang Dasar adalah terbaik bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Namun, 4 persen dari responden menyatakan Ideologi Pancasila tidak cocok dan bertentangan dengan ajaran-ajaran dalam Islam, dan 1,8 persen merasa kurang cocok dengan Ideologi Pancasila.
Tanggapan Pengamat Terkait Usulan Larangan Penggunaan Cadar dan Celan Cingkrang bagi ASN
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, menyatakan pemerintah sebaiknya menggunakan cara lain dalam membatasi radikalisme di lingkungan instansi pemerintah.
"Tidak bisa kita lihat dengan tata busana, berjenggot, celana cingkrang, ini masalah ideologi, bisa saja orang yang berpakaian rapi pikirannya malah keras," kata Suhardi.
Suhardi tidak setuju jika cara berpakaian dikaitkan dengan terorisme.
Tanggapan lain datang dari Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq, menurutnya kebijakan yang dikatakan Jokowi tentang tata busana belum dipahami oleh Menag.
Maman menyebut maksud Jokowi yang sebenarnya ingin mengingatkan masyarakat terkait bahaya radikalisme, namun bahaya radikalisme tidak lalu diterjemahkan dengan simbolik cadar dan celana cingkrang.
Menurut mantan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf ini, tindakan Menag mengatakan memakai cadar dan celana cingkrang tidak ada dalam Alquran dan hadis adalah tindakan gegabah.
"Stigmatisasi seolah-olah yang memakai cadar dan celana cingkrang membahayakan keamanan dan radikal itu suatu tindakan yang gegabah," kata Maman.
Menurutnya aparatur pemerintahan harus merangkul umat, karena Indonesia adalah ke-behinekaan dan hak kebebasan dalam beragama.
Maman setuju dengan pendisipilina ASN, namun ia berharap agar tidak ada argumen mengenai orang yang melakukan ekspresi keagamaan dikaitkan dengan stigmatisasi.
Ia juga menyatakan, pencegahan radikalisme yang perlu dilakukan yakni melakukan penegakan awal terkait mendispilnkan ASN mengenai ideologi Pancasila, dan meminimalisir ujaran-ujaran kebencian yang beredar di media sosial.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)