TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hamdan Zoelva, penasihat hukum Desrizal Chaniago, menilai keterangan dua orang hakim, diduga korban penganiayaan yang dilakukan kliennya berpengaruh signifikan terkait perbuatan penganiayaan.
Pada Selasa (5/11/2019), hakim Sunarto dan hakim Duta Baskara, memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan kasus penganiayaan yang menjerat terdakwa Desrizal Chaniago.
"Kemarin, saksi dari hakim itu pada prinsipnya kejadian itu spontan dan hakim itu menjelaskan tidak ada persiapan apa-apa tampaknya dari (Desrizal Chaniago,-red) untuk melakukan penganiayaan. Hal itu dilakukan secara spontan saja," kata Hamdan, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (6/11/2019).
Setelah insiden penganiayaan menggunakan ikat pinggang itu, majelis hakim korban penganiayaan kembali melanjutkan sidang pembacaan petitum gugatan perkara perdata Nomor 223/2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis (18/7/2019).
Hamdan menilai tidak terjadi penganiayaan berat yang dilakukan pelaku terhadap hakim.
"Setelah kejadian itu (sidang,-red) skorsing sebentar. Sidang dilanjutkan setelah Desrizal diamankan. Artinya apa, artinya tidak ada penganiayaan yang berat. Penganiayaan yang membuat sidang itu atau petugas/pejabat tidak dapat menjalankan tugas. Jadi tetap menjalankan tugas," kata dia.
Di kesempatan itu, Hamdan meminta majelis hakim menggali latar belakang kasus dilakukan kliennya tersebut. Menurut dia, tindak kekerasan dilakukan kliennya memiliki alasan kuat.
Di persidangan perkara perdata Nomor 223/2018, kliennya menilai majelis hakim tidak memasukkan bukti-bukti otentik dalam pertimbangan hukumnya. Padahal bukti yang diajukan berupa dua putusan hukum yang sudah inkracht oleh PN Jakarta Pusat.
Putusan pertama adalah saat PN Jakarta Pusat menghukum PT Geria Wijaya Prestige (GWP) karena wanprestasi, dan diharuskan membayar ganti rugi materiil kepada dua perusahaan, yaitu Bank Agris dan Gaston Invesments Limited , masing-masing sebesar lebih dari 20 juta dolar Amerika.
Kemudian putusan kedua, adalah saat PN Jakarta Pusat menghukum perusahaan milik Harijanto Karjadi dan Hartono Karjadi itu merupakan produk PN Jakarta Pusat sendiri, dan telah berkekuatan hukum tetap.
"Kami meminta itu dipertimbangkan, karena prinsip dasar hakim itu harus mempertimbangkan semua bukti relevan yang diajukan para pihak," tambahnya.