Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mau mengungkap sosok yang akan ditunjuk menjadi anggota dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK).
"Nanti masih bulan Desember, masih digodok di tim internal, kalau sudah (selesai) kami sampaikan," kata Jokowi di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Sementara ketika disinggung kabar Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan Antasari Azhar akan menjadi dewan pengawas lembaga antirasuah tersebut, Jokowi hanya menyebut akan memilih orang yang berintegritas.
Baca: Sudah Janji Bakal Pamit, Persib Bandung Batal Ditinggal Manajer Umuh Muchtar, Ini Sebabnya
Baca: Jokowi Minta Pelaku Pembuat Desa Fiktif Segera Ditangkap
Baca : Selain Luhut, Sosok Marga Panjaitan Ini Juga Dekat RI 1, Kisah Minta Prabowo Keluar Ruangan Presiden
"Masih dalam penggodokan, tetapi kami harapkan yang ada di sana (KPK) memiliki integritas," ucap Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan, pemilihan dewan pengawas KPK untuk periode saat ini ditunjuk secara langsung olehnya dan akan dilantik bersamaan dengan pimpinan KPK pada Desember 2019.
Tak perlu tunggu putusan MK
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan seleksi lima anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam penunjukan Dewan Pengawas KPK nantinya, Jokowi pun tidak perlu menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sedang memproses sidang uji materi Undang-Undang KPK hasil revisi.
"Yang penting sudah berlaku (UU KPK) pada 17 Oktober. Jadi tidak perlu menunggu (putusan uji materi di MK)," kata Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Menurutnya, jika nantinya hakim MK membatalkan Undang-Undang MK hasil revisi, Presiden Jokowi pasti menghormatinya dengan turut membatalkan penunjukan dewan pengawas.
Baca: Sofyan Basir Divonis Bebas, Begini Sikap Istana
"Kalau nanti ada perubahan karena ada judicial di MK, presiden juga mengatakan pemerintah mengambil sikap. Jadi tidak masalah kalau ada perubahan, tinggal disesuaikan saja," katanya.
Diketahui, Hakim MK telah menggelar sidang uji materi Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Agenda sidang perbaikan permohonan perkara diregistrasi Nomor 57/PUU-XVII/2019.
Para pemohon berjumlah 190 orang, mayoritas dari mereka masih berstatus mahasiswa.
Baca: Istana: Pensiunan Penegak Hukum Mungkin Jabat Dewan Pengawas KPK
Seperti dilansir laman MK pada Selasa (22/10/2019), para pemohon memperbaiki alasan mengajukan permohonan terkait eksistensi dewan pengawas KPK.
Mereka menyampaikan sejumlah perbaikan permohonan sesuai nasihat hakim di sidang pendahuluan.
Para pemohon menjelaskan dewan pengawas KPK merupakan suatu paradoks yang justru melemahkan pemberantasan korupsi.
Menurut pemohon, pembentukan dewan pengawas dalam struktur KPK dilakukan pembentuk undang-undang sebagai upaya pengawasan KPK sehingga lembaga itu tak memiliki kewenangan absolut.
Keberadaan dewan pengawas yang diatur UU KPK justru melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Baca: Isu Ahok dan Antasari Jadi Dewas KPK, Pengamat: Harus Diisi Orang yang Tak Pernah Bermasalah
Kewenangan pengawas KPK telah melampaui batas pengawasan oleh karena dewan pengawas memiliki kewenangan ijin terhadap penyadapan, penggeledahan dan penyitaan sehingga hal ini di luar batas sistemik pengawasan karena dewan pengawas bukan aparatur penegak hukum.
Selain itu, para pemohon mempertegas permohonan Pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945.
Baca: Bocoran Calon Dewan Pengawas KPK yang Akan Dipilih Jokowi, Setneg Pratikno: Banyak Ahli Hukum
Kemudian, terkait kerugian konstitusional, para Pemohon memasukkan uraian mengenai kerugian konstitusional antar generasi dan kerugian secara kolektif serta kerugian konstitusional individual.
Selain itu, Para Pemohon merubah petitum permohonan.
Minta masyarakat hargai keputusan Jokowi
Menko Polhukam Mahfud MD meminta masyarakat untuk menghargai keputusan Presiden Joko Widodo yang belum mau menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK.
Sebelumnya, Jumat (1/11/2019), Presiden Jokowi menyatakan belum akan menerbitkan Perppu KPK karena menghargai proses uji materi UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kita harus hargai pendapat presiden itu yang menilai tidak etis secara kenegaraan bila masih ada proses uji materi tetapi ditimpa Perpu. Menurut beliau kurang etis,” kata Mahfud MD ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
Baca: Soal Perppu KPK, Mahfud MD: Tidak Ada Gunanya Berharap Sama Saya
Mahfud MD mengatakan presiden nantinya akan mengevaluasi dan mempelajari apakah keputusan MK soal uji materi sudah memuaskan atau tidak.
“Jadi yang menyatakan presiden menolak Perppu itu tidak benar dan kurang tepat, beliau menyampaikan belum perlu mengeluarkan Perppu dan Pak Jokowi juga sudah berbincang dengan saya,” kata Mahfud MD.
Mengenai desakan berbagai elemen masyarakat kepada dirinya sebagai tokoh yang mendukung Perppu KPK, Mahfud MD mengatakan dirinya sudah menyampaikan kepada Presiden.
Baca: Pakar Hukum: Artidjo Alkostar dan Busyro Muqoddas Layak Dipilih Jokowi Jadi Dewan Pengawas KPK
Namun, ia menegaskan bahwa keputusan untuk mengeluarkan Perppu KPK atau tidak merupakan hak prerogatif presiden.
“Sejak sebelum dibentuk kabinet, saya dan beberapa tokoh sudah menyampaikan kepada Presiden ada tiga alternatif untuk membatalkan UU KPK yang baru yaitu legislatif review, uji materi, dan Perpu. Kami mendukung Perpu, cuma Presiden sudah menyampaikan pertimbangannya bahwa keadaan belum darurat untuk mengeluarkan Perppu KPK, karena sudah ada uji materi,” kata Mahfud MD.
Baca: Mahfud MD Waspadai Propaganda Politik Jelang Ulang Tahun OPM
Namun, sebagai menteri, Mahfud MD, harus sejalan dengan apa yang menjadi visi misi presiden.
“Pak Jokowi juga mengatakan hanya ada visi dan misi presiden, tidak boleh menteri memiliki visi misi lepas. Kalau jadi menteri ya harus konsekuen dengan itu,” katanya.