Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk ke depan akan digelar secara langsung atau dipilih masyarakat melalui pencoblosan.
Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai hal itu wajar adanya. Pasalnya Jokowi adalah produk dari pilkada langsung.
"Jokowi itu kan produk pilkada langsung. Makanya dia kemudian bisa jadi Wali Kota (Solo), Gubernur (DKI Jakarta), dan Presiden. Nggak mungkin Jokowi mengkhianati panggungnya sendiri," ujar Hendri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (13/11/2019).
Di sisi lain, ia turut menyoroti Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menginginkan diadakan riset untuk mengetahui apakah pilkada langsung memberikan lebih banyak manfaat atau justru mudarat.
Founder lembaga survei KedaiKOPI tersebut menilai masing-masing keinginan Tito ataupun Jokowi tergolong baik adanya.
Baca: Dirjen Imigrasi Belum Tahu Surat Cekal yang Ditunjukkan Habib Rizieq Asli Atau Palsu
Baca: Fokus pada Program Pendidikan dan Beasiswa, Jokowi: Jangan Sampai Mereka Ada yang Putus Sekolah
Baca: Keras, Jokowi Luruskan soal Megawati Tak Mau Salami Surya Paloh Beberapa Waktu Lalu: Keliru Gede
"Menurut saya, (keinginan) dua-duanya masih baik. Pak Tito ingin ada masukan baru. Sementara Pak Jokowi tidak ingin mengkhianati panggungnya sendiri," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan Pilkada ke depan tetap dilakukan secara langsung atau dipilih langsung oleh masyarakat.
"Presiden Jokowi mengatakan Pilkada provinsi, kabuparen, kota tetap melalui mekanisme pemilihan langsung," kata Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dalam pesan singkatnya, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Menurut Fadjroel, pemilihan kepala daerah secara langsung, merupakan cermin kedaulatan rakyat yang sejalan dengan cita-cita reformasi pada 1998.
"Jadi yang akan dievaluasi hanya teknis penyelenggaraan saja (bukan sistem pemilihannya)," ucap Fadjroel.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini.
Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan Pilkada oleh wartawan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito.
Sebagai mantan Kapolri ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, akibat dari sistem pilkada langsung.
"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," katanya.
Tito berpandangan bahwa mudarat Pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari Pilkada langung.
"Laksanakan riset akademik. Riset akademik tentang dampak negatif dan positif pemilihan Pilkada langsung. Kalau dianggap positif, fine. Tapi bagaiamana mengurangi dampak negatifnya? Politik biaya tinggi, bayangin," kata Tito.