TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi peristiwa dugaan bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019).
Dilansir tayangan Kompas TV terkait dugaan bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Mahfud mengimbau masyarakat agar tidak nyinyir saat pemerintah melakukan pencegahan dengan menangkap kelompok terduga teroris.
Mahfud mengklaim dari sisi kuantitas, jumlah terorisme di tanah air akhir-akhir ini jauh berkurang dibandingkan tahun 2017 dan 2018.
Hal ini karena pencegahan yang telah dilakukan pemerintah dengan menangkap jaringan kelompok terduga pelaku teroris.
"Masalah terorisme sudah agak lebih baik, pencegahan itu cukup berhasil menujukkan angka kuantitatifnya menurun dibandingkan angka di tahun 2017 dan 2018," ungkap Mahfud MD dilansir tayangan Kompas TV, Rabu (13/11/2019).
Terkait peristiwa pengeboman di Polrestabes Medan, Mahfud mengatakan pihaknya enggan disebut kecolongan.
"Memang teroris itu selalu mau nyolong. Kepada masyarakat juga, jangan selalu nyinyir kalau pemerintah bertindak lalu dikatakan melanggar HAM, kalau tidak bertindak dibilang kecolongan," kata Mahfud.
Mahfud mengajak masyarakat untuk bersama-sama berpikir dewasa dalam menjaga negara.
Ia juga mengatakan agar masyarakat tidak menyudutkan aparat ketika ada kejadian seperti terorisme.
Pengeboman yang terjadi di Polrestabes Medan pagi tadi menyebabkan tewasnya pelaku dan enam korban luka.
Enam korban luka tersebut yakni empat anggota polisi yang sedang bertugas, satu pekerja lepas dan satu masyarakat sipil.
Selain itu, empat kendaraan yang berada di sekitar lokasi rusak terdiri dari tiga kendaraan dinas kepolisian dan satu kendaraan pribadi.
Pada rekaman CCTV milik Polrestabes, pelaku yang memakai jaket seperti ojek online tersebut meledakkan bom pada pukul 08:35:45 WIB.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya sudah melakukan olah TKP bersama Detasemen Khusus 88 (Densus 88), Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) dan Tim Laboratorium Forensik (Labfor) Polri.
Olah TKP utamanya dilakukan untuk memastikan identitas pelaku.
"Apabila identifikasi sidik jari pelaku dapat dilakukan dengan baik dan pelaku memiliki e-ktp, nanti database pelaku akan terkoneksi dengan data yang berada di e-capil," kata Dedi dilansir Kompas TV, Rabu (13/11/2019).
Selanjutnya, jika sidik jari sudah dapat teridentifikasi oleh Inafis, identitas pelaku akan segera diketahui.
Dedi juga menjelaskan, partikel-partikel yang ditemukan di sekitar TKP akan diuji Tim Labfor untukk mengetahui jenis bom yang digunakan pelaku.
"Terkait senyawa-senyawa yang digunakan pelaku untuk merakit bom dapat menentukan apakah pelaku terlibat jaringan terorisme atau individu," ungkap Dedi.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)