TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Jeirry Sumampow mengimbau Presiden Joko Widodo (Jokowi) konsisten dengan sikapnya menyetujui pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung.
Jeirry berharap Jokowi tak dipengaruhi oleh kepentingan partai pendukungnya. Pasalnya beberapa partai pendukung Jokowi mewacanakan evalusi Pilkada langsung.
"Kita gembira jika Presiden masih tetap konsisten dengan sistem Pilkada langsung. Tapi kita berharap Presiden konsisten dan teguh pada sikap ini, serta tak dipengaruhi oleh kepentingan partai-partai pendukungnya," ujar Jeirry, ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (15/11/2019).
Baca: Presiden PKS Akan Temui Tommy Soeharto Bangun Koalisi Baru
Menurutnya, sistem Pilkada langsung dengan berbagai kelemahannya masih tetap relevan dilaksanakan di Tanah Air.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) tersebut menilai menghilangkan Pilkada langsung sama saja dengan mengkhianati agenda reformasi.
Meskipun begitu, Jeirry setuju apabila Pilkada langsung memang harus dievaluasi. Akan tetapi hanya untuk membenahi sistem tersebut bukan menghilangkannya.
"Untuk itu, kita berharap Presiden tetap konsisten juga mengawal agenda reformasi. Pilkada langsung memang harus dievaluasi tapi evaluasi itu sebaiknya dilakukan untuk hal-hal yang perlu kita benahi dari sistem pilkada langsung itu, bukan menghilangkannya," kata dia.
"Sebab jika mau dihilangkannya atau dihapus, itu bukan evaluasi namanya. Kembali ke pemilihan di DPRD akan membuat demokrasi kita makin oligarkis," tandasnya.
Baca: Opsi-opsi Evaluasi Pilkada dari DPR
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ke depan, dilakukan secara langsung atau dipilih masyarakat melalui pencoblosan.
"Presiden Jokowi mengatakan Pilkada provinsi, kabuparen, kota tetap melalui mekanisme pemilihan langsung," kata Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dalam pesan singkatnya, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Menurut Fadjroel, pemilihan kepala daerah secara langsung, merupakan cermin kedaulatan rakyat yang sejalan dengan cita-cita reformasi pada 1998.
"Jadi yang akan dievaluasi hanya teknis penyelenggaraan saja (bukan sistem pemilihannya)," ucap Fadjroel.