Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arteria Dahlan, kuasa hukum DPR RI dalam uji materi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjamin keberadaan dewan pengawas tidak menggangu independensi KPK.
"Hadirnya dewan pengawas tidak akan menimbulkan gangguan independensi dan keabsahan pengaruh manapun bagi KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenang," kata Arteria Dahlan saat sidang uji materi UU KPK hasil revisi di ruang sidang lantai 2 Gedung MK, Selasa (19/11/2019).
Dia menegaskan, dewan pengawas bukan suatu kekuasaan berbentuk instansi atau lembaga eksternal di luar KPK yang dapat mempengaruhi lembaga antirasuah melaksanakan tugas dan wewenang.
Baca: Pengesahan UU KPK Tidak Sesuai Kuorum Merupakan Opini Menyesatkan
Dewan pengawas, menurut dia, bagian integral dari tubuh KPK yang bertugas sebagai pengawas untuk mencegah terjadi penyalahgunaan kewenangan.
"Dengan demikian kehadiran dewan pengawas dalam instansi KPK akan memaksimalkan pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, akan lebih meningkatkan legitimasi KPK dalam konteks pelaksanaan penegakan hukum," kata dia.
Baca: MK Gelar Sidang Uji Materi UU KPK, Pemerintah dan DPR Beri Keterangan
Dia mengungkapkan kehadiran dewan pengawas sebagai subsistem di instansi KPK yang juga merupakan bentuk usaha nyata pembentuk undang-undang dalam melakukan penguatan, pembenahan, dan pemaksimalan pada sistem pengawasan KPK untuk tercapainya prinsip good governance dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Dia menambahkan, keberadaan dewan pengawas hanya berimplikasi pada berubahnya mekanisme pelaksanaan tugas wewenang KPK sehingga pembentukan dan pemberian kewenangan kepada dewan pengawas pada pasal a quo sama sekali tidak mengurangi independensi pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK memberantas tindak pidana korupsi.
"Karena itu, desain pengawasan melalui pembentukan dewan pengawas swbagaimana diatur dalam undang-undang aquo adalah bentuk pengawasan yang dipandang paling ideal dan efektif oleh pembentuk undang-undang dalam mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK," katanya.
Baca: MK Gelar Sidang Uji Materi UU KPK, Pemerintah dan DPR Beri Keterangan
Sebelumnya, hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi
Perkara yang disidangkan yaitu perkara 59/PUU-XVII/2019 yang diajukan Sholikhah, S.H., Agus Cholik, S.H., Wiwin Taswin, S.H., dkk.
Perkara ini sudah melalui tahapan pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan. Sidang pada Selasa ini mendengarkan keterangan dari pihak DPR RI dan pemerintah.
Para pemohon, sebanyak 22 orang advokat mengajukan uji (UU KPK) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wiwin Taswin, selaku salah satu pemohon mendalilkan Pasal 21 ayat (1) huruf a UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 20 UUD 1945.
Menurut para pemohon, pengesahan UU KPK oleh DPR tidak sesuai semangat Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelekanggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan sama sekali tak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi.
Karena itu, kata dia, perubahan UU KPK tersebut tidak sesuai upaya pembersihan korupsi dalam penyelenggaraan bernegara.
Selain itu, para pemohon menilai perubahan UU KPK mengalami cacat formil dalam pembentukan dan pengambilan keputusan oleh DPR dalam pembentukan tidak memenuhi syarat.