"Contohnya, lembaga yang begitu penting di industri migas nasional namanya SKK Migas."
"Tadinya dia bernama BP Migas, melanggar konstitusi BP Migas itu," ungkapnya.
"Dirubah nama menjadi SKK Migas."
"Namun tetap, statusnya sama dengan BP Migas yang melanggar konstitusi," lanjut dia.
Kurtubi menjelasan alasan dari status yang masih sama itu disebabkan karena salahnya pengelolaan.
"Satu, dengan pemerintah yang mengelola diwakili oleh BP Migas, kontrak kerja sama ditanda tangani oleh pemerintah, kemudian perusahaan," katanya.
"Tidak boleh sumber daya alam yang tidak terbarukan dikelola seperti ini, MK sudah mencabut."
"Status dari BP Migas yang kemudian menyebabkan pemerintah berkontrak, dicabut oleh MK," imbuh Kurtubi.
Sehingga pengelolaan dari sektor migas yang terlalu lama melanggar konstitusi tersebut, MK bisa kembali mencabut beberapa pasal di dalam UU migas.
"Ingat keputusan MK ini final dan mengikat, terlalu lama pengelolaan migas nasional ini dibiarkan dikelola melanggar konstitusi," ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah harus segera membuat sistem yang mudah dalam perusahaan BUMN sektor energi seperti migas.
"Ini dulu yang harus dikerjakan oleh pemerintah, caranya gampang tidak berbeli-belit," katanya.
"DPR sudah dua kali gagal, mengganti, merevisi, memperbaiki Undang-Undang migas," lanjutnya.
Menurut Kurtubi, sistem yang berbeli-belit itu mengakibatkan eksplorasi dari investor turun.