TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah anggota Komisi III DPR RI menyoroti komunikasi yang dijalin BNPT dengan Polri dan BIN terkait penusukan yang menimpa mantan Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang.
Anggota Komisi III DPR RI fraksi PDIP Marinus Gea menyoroti peran BNPT yang seharusnya menjadi pemimpin dalam penanggulangan terorisme.
Hal itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR bersama Kepala BNPT Suhardi Alius, Kamis (21/11/2019).
Baca: Komisi III DPR Cecar BNPT Terkait Pencegahan Aksi Teror
"Saya baca-baca di berita BIN telah mengetahui dan mengikuti gerakan ini tiga bulan sebelum itu, tapi pertanyaannya sudah tahu kok terjadi? apakah BNPT tidak punya informasi yang sama atau BIN tidak memberikan informasi ke BNPT?" kata Marinus di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.
Senada dengan Marinus, anggota Komisi III DPR fraksi Golkar Supriansa menilai BNPT telah kecolongan atas beberapa aksi teror yang terjadi di Indonesia.
Lantas ia mempertanyakan eksistensi BNPT dalam memerangi terorisme.
Baca: Legislator Golkar: Masih Perlukah Kita Pertahankan BNPT?
"Saya melihat deteksi dini yang telah dilakukan oleh BNPT menurut pengamatan saya ini kecolongan karena tidak pernah diprediksi sama sekali. Setelah Pak Wiranto di Pandeglang, muncul di Sumatera Utara berarti ini kecolongan menurut saya karena tidak deteksi dari awal," ucap Supriansa.
Setelah mendapat giliran berbicara, Kepala BNPT Suhardi Alius Suhardi mempersilakan Deputi Penindakan BNPT Budiono Sandi untuk memberikan penjelasan terkait kasus penusukan Wiranto di Pandeglang.
Budiono menyebut BNPT sudah memberikan masukan kepada Densus 88 terkait informasi intelijen tentang jaringan teroris yang ada di Pandeglang.
"Kami sampaikan bahwa pada kasus kejadian Pak Wiranto itu BNPT sudah memberikan masukan kita, input kepada Polri, khususnya Densus 88, baik berupa informasi intelijen atau informasi yang lainnya mengenai jaringan teroris yang ada di Pandeglang yang akan melakukan teror," ujar Budiono.
Baca: Kepala BNPT Mengaku Tak Punya Data tentang 3 Persen Prajurit TNI Terpapar Radikalisme
Menurut Budiono, Densus 88 memiliki mekanisme tersendiri dalam melakukan penindakan.
Masalah penindakan itu disebut Budiono sepenuhnya menjadi kewenangan Densus.
"Namun demikian, Densus mempunyai mekanisme tersendiri dalam melakukan penindakan atas masukan dari berbagai pihak. Sehingga penanganan untuk penindakan sepenuhnya ada pada Densus," katanya.
Mendukung pernyataan Budiono, Suhardi menyatakan pihaknya telah menerjunkan tim untuk memonitor gerakan yang ada di Banten.
"Kegiatan kami banyak sekali juga yang turun melihat fisik. Untuk potensi yang kami katakan itu kami juga turun ke lapangan," ujarnya.
Suhardi mengatakan insiden yang menimpa Wiranto menjadi pembelajaran kedepan.
Ia ingin adanya evaluasi menyeluruh dan koordinasi yang lebih baik lagi.
"Sekarang kaitannya dengan masalah yang Banten itu ditindaklanjuti sebagai pelajaran juga ke depan. SOP (Standar Operasional Prosedur) pejabat yang harus kita benahi juga pak. Ada seorang pejabat di situ yang akan melaksanakan kunjungan juga harus menjadi perhatian," katanya.